
Kerres (Bahasa Madura)/yang dalam Bahasa Indonesia disebut keris merupakan senjata tikam khas Nusantara dimana asal-usulnya sering dikaitkan dengan Pulau Jawa, tak terkecuali Sumenep di wilayah Madura. Sejak abad ke-9 hingga abad ke-14, keris telah menjadi senjata, pusaka, dan simbol spiritual di lingkungan kerajaan dan masyarakat. Bentuknya yang unik berkelok atau berombak, serta hiasan pamor pada bilahnya, menunjukkan keahlian tinggi para empu yang membuatnya. Di Sumenep, tradisi pembuatan keris berkembang pesat berkat peran para empu lokal dan pengaruh kerajaan. Fungsinya merentang dari alat perlindungan diri, lambang status, warisan budaya, sampai identitas daerah. Penyebaran keris dari Jawa ke berbagai wilayah Asia Tenggara memperkaya ragam bentuk, fungsi, dan filosofi keris di setiap daerah, termasuk Sumenep yang dikenal sebagai salah satu pusat keris di Indonesia.
Keris di Sumenep memiliki sejarah panjang yang berkait erat dengan kerajaan dan tradisi lokal. Sejak abad ke-13, pada masa pemerintahan Panembahan Adipoday—keturunan Sunan Ampel—keris mulai dibuat di Sumenep sebagai senjata perang dan pusaka kerajaan. Tradisi ini dilanjutkan oleh putranya, Pangeran Joko Tole, yang juga merupakan anak angkat dari Empu Kelleng, seorang pandai besi terkenal. Para empu dan raja Sumenep memesan keris khusus sebagai simbol kekuasaan, perlindungan diri, dan warisan budaya.
Seiring waktu, pembuatan keris berkembang pesat di Sumenep, terutama di Desa Aeng Tong-tong dan Palongan. Kedua desa ini menjadi pusat pengrajin keris, dengan ratusan empu yang mewariskan teknik dan filosofi pembuatan keris secara turun-temurun. Keris Sumenep dikenal memiliki berbagai gaya, seperti Majapahit, Mataram, dan Madura, serta ciri khas lokal yang membedakannya dari keris daerah lain3. Karena jumlah pengrajin keris yang sangat banyak dan tradisi pembuatan keris yang terus dilestarikan, Sumenep mendeklarasikan diri sebagai "Kota Keris" pada 31 Oktober 2013.
Melalui kearifan lokal tersebut, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Kalianget yang terletak di Kabupaten Sumenep menyerap semangat-semangat yang tersimbolisasi di dalam keris, baik tersirat maupun tersurat. Dari keris, KSOP Kelas IV Kalianget menerjemahkan unsur-unsur di dalamnya menjadi Kompeten, Responsif, Ramah, Efisien, dan Sinergis yang diakronimkan menjadi KERRES.
Kompeten, mengacu kepada sumber daya manusia yang dimiliki KSOP Kelas IV Kalianget memiliki kecakapan yang telah memenuhi standar minimum acuan yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Responsif, memiliki arti bahwa KSOP Kelas IV Kalianget bertekad untuk selalu cepat dan tanggap dalam memberikan pelayanan.
Ramah, KSOP Kelas IV Kalianget mempunyai karakter sikap dan perilaku yang berorientasi kepada masyarakat agar merasa dihargai, nyaman, dan diterima. Pelayanan KSOP Kelas IV Kalianget bersifat inklusif sehingga dapat menjangkau kelompok rentan dalam pelaksanaannya.
Efisien, pelayanan yang diberikan KSOP Kelas IV Kalianget mampu meminimalkan waktu, biaya, tenaga, dan fasilitas dalam menghasilkan output pelayanan yang maksimal dan berkualitas.
Sinergis, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan KSOP Kelas IV Kalianget agar tercipta harmoni seimbang di antara para stakeholder terkait.
Dengan motto pelayanan yang diusung KSOP Kalianget tersebut, diharapkan menjadi mindset pengikat pola pikir pegawai ketika menjalankan tugasnya masing-masing. Sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi KSOP Kelas IV Kalianget dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai amanat peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.