Kamis, 12 November 2020

KEMENHUB HADIRI PERTEMUAN TAHUNAN RFC KE-39 SECARA VIRTUAL


Share :
2616 view(s)

JAKARTA (12/11) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut hadiri Pertemuan Tahunan Revolving Fund Committee (RFC) yang dihadiri pula oleh perwakilan dari Malaysia dan Singapura secara virtual pada pagi hari ini (12/11). 

Pada pertemuan yang diinisiasi oleh Pemerintah Malaysia selaku tuan rumah ini, Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Perhubungan, R. Agus H. Purnomo selaku Head of Delegation (HoD). Adapun bertindak selaku Chairperson adalah Director General Departement of Environment of Malaysia, Madam Norlin Binti Jaafar. Sedangkan delegasi dari Singapura, Malaysia dan Malacca Straits Council masing-masing diketuai oleh Assstant Chief Executive Operations Maritime and Port Authority of Singapore (MPA), Mr. Muhammad Segar Abdullah, Deputy Director General Operation Departement of Environment of Malaysia, Mr.Wan Abdul Latiff bin Wan Jaffar, dan Executive Director Malacca Strait Council, Mr. Kenji Nagamatsu.

Dalam sambutannya, Dirjen Agus menyampaikan apresiasinya kepada RFC Secretariat atas upaya dan pengaturan yang baik untuk menyelenggarakan rapat secara virtual di tengah pandemi Covid-19 yang tengah dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia.

Dirjen Agus juga mengapresiasi dan mengharapkan keberhasilan Pemerintah Malaysia dalam mengelola Dana Bergulir, mengingat tahun ini sudah masuk tahun ke empat Dana Bergulir tersebut dikelola oleh Pemerintah Malaysia.

“Dalam perkembangannya yang sudah hampir mencapai 40 Tahun, RFC telah membuktikan fungsinya sebagai platform besar bagi 3 (tiga) Negara Pantai dalam meningkatkan dan memperkuat kerja sama untuk meminimalkan dampak pencemaran minyak di Selat Malaka dan Singapura,” tukas Agus.

Oleh karena itu, Dirjen Agus melanjutkan, ke depannya Indonesia sangat menantikan kegiatan-kegiatan serta Latihan-latihan yang akan diselenggarakan melalui Platform RFC. “Saya yakin RFC telah menunjukkan kegunaan dan manfaatnya bagi Negara Pantai dalam penggunaan dan pemanfaatan Dana Bergulir tersebut. Kami (Pemerintah Indonesia) berharap melalui Platform ini, para Negara Pantai dapat terus mempertahankan semangatnya dalam mendukung terwujudnya keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim dari tumpahan minyak, khususnya di Selat Malaka dan Selat Singapura,” tegas Agus.

Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Een Nuraini Saidah, yang turut hadir pada Pertemuan tersebut, mengungkapkan bahwa Pertemuan Tahunan RFC ke-39 ini membahas beberapa Agenda, antara lain membahas terkait Administrasi dan Operasi Dana Bergulir meliputi Laporan Pengeluaran Dana Bergulir Periode Tahun 2019/2020 (1 April-31 Maret 2020) yang akan disampaikan oleh Auditor yang ditunjuk oleh Malaysia selaku pengelola Dana Bergulir, Usulan Anggaran Periode 2020/2021, serta Penunjukkan Auditor untuk Periode 2020/2021.

Lebih lanjut, Een menjelaskan bahwa Pertemuan Tahunan RFC ke-39 juga membahas isu-isu terkait aktivitas RFC, antara lain Penyampaian laporan hasil Pertemuan Teknis RFC yang telah dilaksanakan pada tanggal 28 Juli 2020, proposal penyusunan MOU on The Oil Spill Response Tariff antara RFC dan Shipping Industry, Proposal Amandemen Artikel 4 dari Rules and Procedures of the RFC, Kompetisi Disain Logo RFC, serta pembuatan Website RFC.

Een menjelaskan, bahwa pada Pertemuan Teknis yang diselenggarakan bulan Juli lalu, Singapura mempresentasikan MoU tentang Tarif Tumpahan Minyak antara Singapura dengan International Tanker Owners Pollution Federation (ITOPF). Untuk itu Negara Pantai melihat kemungkinan untuk menjajaki pengaturan serupa bagi Negara-Negara Pantai yang tergabung di bawah kerangka Kerjasama RFC untuk setiap kejadian di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Malaysia, menurut Een meyakini bahwa upaya pro-aktif MPA dapat membantu dua Negara Pantai lainnya di Selat Malaka dan Selat Singapura dalam skala besar, terutama dalam kompensasi yang adil dan tepat waktu oleh responden ketika mereka mengerahkan tenaga dan peralatan mereka untuk membantu pembersihan minyak, serta dapat mempercepat proses penyelesaian klaim pembersihan tumpahan minyak.

“Indonesia menyambut baik inisiatif Malaysia untuk mengusulkan pengaturan serupa tentang tarif yang disepakati sebelumnya antara Negara-Negara Pantai dan Industri. Namun demikian hal tersebut tentunya membutuhkan pembahasan lebih lanjut dan mendalam terkait modalitas, kerangka Kerjasama, dan juga permasalahan legal,” jelas Een.

Lebih lanjut, Indonesia juga menyetujui usulan Malaysia terkait amandeman atau penambahan sisipan paragraph baru pada Pasal 4 (Article 4 Rules and Procedure) mengenai tata cara pertemuan, termasuk penyusunan serta penyampaian laporan yang dilakukan dari jarak jauh dengan mempertimbangkan masa pandemi Global Covid-19.

“Amandemen ini memungkinkan Rapat untuk diadakan baik secara fisik, jarak jauh/rapat virtual, atau dengan pengaturan yang disepakati bersama. Dengan demikian, jalannya rapat harus dicatat dengan baik dalam bentuk laporan rapat, dan laporan akhir akan diadopsi sebagai ad-referendum dan didistribusikan ke semua Komite dalam waktu 4 minggu setelah rapat berakhir,” terang Een.

Terkait dengan Kompetisi Disain Logo dan Pembentukan Website, Een menjelaskan, bahwa telah diterima total 7 (tujuh) disain dari Negara-Negara Pantai, termasuk Indonesia. Namun hanya dipilih 3 (tiga) logo terbaik dengan penilaian yang didasarkan pada kriteria evaluasi yang meliputi kesesuaian tema, orisinalitas, kreativitas dan dasar pemilihan logo.

“Malaysia pada Kompetisi ini berhasil menduduki peringkat pertama. Sedangkan Indonesia meraih peringkat kedua dan ketiga,” ujarnya.

Adapun terkait Website RFC, Een mengungkapkan Indonesia telah menyampaikan apresiasi dan selamat kepada Sekretariat atas keberhasilan dalam pengembangan Website RFC, yang diharapkan dapat menjadi portal untuk mendapatkan informasi terkait aktivitas RFC dan informasi lain terkait penanggulangan tumpahan minyak.

“Untuk pengembangan website termasuk dengan kontennya, tentunya masih perlu untuk didiskusikan pada Pertemuan Teknis,” tukas Een.

Pada Pertemuan ini, Indonesia menurut Een juga menyetujui usulan Malaysia untuk menerbitkan/meluncurkan sebuah Publikasi 40th Years Anniversary of Revolving Fund Committee yang akan diperingati pada 11 Februari 2021 mendatang.

“Indonesia menyetujui Publikasi Peringatan 40 Tahun RFC yang berisikan informasi-informasi yang telah disepakati oleh Negara-Negara Pantai dengan tujuan agar dapat lebih dijangkau oleh komunitas pelayaran. Namun demikian, diperlukan pembahasan lanjutan melakui korespondensi terkait dengan konten publikasi tersebut,” katanya.

Sebagai informasi, RFC dibentuk berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani tanggal 11 Februari 1981 oleh Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura di satu pihak dan The Malacca Straits Council (MSC) atas nama Asosiasi-asosiasi non-pemerintah Jepang di pihak lainnya.

Berdasarkan isi MoU tersebut, MSC memberikan bantuan donasi kepada Tiga Negara Pantai sebesar 400 juta Yen untuk kemudian dibentuk sebuah Refolving Fund atau Dana Bergulir, yang dikelola dan dioperasikan oleh TIga Negara Pantai secara bergantian, masing-masing selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 1981, di mana Indonesia mendapatkan giliran pertama untuk mengelola dana tersebut.

Berdasarkan MoU tersebut pula Tiga Negara Pantai harus membentuk sebuah Revolving Fund Committee atau Komite Dana Bergulir, yang merupakan perwakilan pejabat tinggi/senior dari masing-masing Negara Pantai, yang secara administrasi dan operasional berhubungan atau terlibat dalam penanggulangan pencemaran di Laut, yaitu Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Director General of Environment Ministry of Natural Resouces and Environment Malaysia, dan Assistant Chief Executive of MPA Singapore.

Negara yang mendapat giliran untuk mengelola Dana Bergulir tersebut nantinya akan menjadi Chairman of the Committee atau Ketua Komite, dan setiap tahun memimpin pertemuan tahunan (RFC Annual Meeting). Komite kemudian akan menunjuk Authority (Otoritas), yang merupakan pejabat yang ditunjuk untuk mengelola dan mengatur keuangan, yang memiliki tugas antara lain merekomendasikan Bank untuk menyimpan Dana sekaligus nilai tukar mata uang yang digunakan, merekomendasikan budget administrasi dan operasional, menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, menyampaikan laporan berkala kepada Komite, memproses peminjaman Dana untuk kepentingan Emergency Responses setelah mendapatkan persetujuan Komite, memverifikasi laporan keuangan yang disampaikan oleh Akuntan Negara Pengelola, serta melaporkannya kepada Komite di RFC Annual Meeting.

Berdasarkan praktek-praktek sebelumnya, Otoritas dari masing-masing negara Pantai adalah Direktur KPLP dari Indonesia, Ketua Pentadbiran & Kewangan Department of Environment dari Malaysia, dan Manager of Port Operation MPA dari Singapura. Indonesia sendiri telah mendapatkan giliran sebanyak 3 (tiga) periode yakni tahun: 1981 s.d. 1985 dan 1996 s.d. 2000 serta 2011 s.d 2016. Adapun tahun 2020 ini, adalah tahun keempat Malaysia menjadi pengelola dana Revolving Fund sejak Indonesia mentransfer dana tersebut kepada Malaysia pada tanggal 22 Desember 2016.

  • berita




Footer Hubla Branding