Kamis, 12 Maret 2020

TINGKATKAN PERAN STASIUN VTS, KEMENHUB AKAN TERAPKAN E-PILOTING DI PERAIRAN INDONESIA


Share :
3123 view(s)

SURABAYA (12/3) - Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berencana menerapkan Electronic Pilotage di perairan Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan peran stasiun Vessel Traffic Service (VTS) yang akan disiapkan sebagai E-Piloting dalam melakukan pemanduan bagi kapal-kapal yang hendak melintas alur pelayaran maupun selat di perairan Indonesia. Wilayah perairan yang rencananya akan diterapkan e-piloting yaitu Selat Malaka, Singapura dan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).

“Kami ingin meyakinkan kepada stakeholder dengan pemanfaatan teknologi VTS  khususnya peranannya sebagai E-Piloting akan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi. Kami berusaha menyiapkan segala sesuatunya sehingga apa yang menjadi bahan atau apa–apa yang menjadi kendala di lapangan nanti bisa kita lakukan mitigasinya dari saat ini,” ujar Direktur Kenavigasian Hengki Angkasawan saat memberikan pengarahan pada acara Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Santika Premire Surabaya, Kamis, (12/3).

Menurut Hengki, saat ini yang pihaknya sedang lakukan adalah membuat E-Piloting di 4 (empat) pelabuhan untuk memastikan VTS itu dapat berfungsi sesuai standar piloting untuk bernavigasi bagi kapal-kapal baik dari alur maupun di kolam pelabuhan. “Kita nanti akan uji coba tiga bulan ke depan, kalau itu bisa dilaksanakan tentu sedikit menjawab apabila nanti rencana perubahan organisasi pemanduan beralih ke kita maka kita sangat percaya diri dan siap melakukan itu,” jelas Hengki.

“Kami ingin percepatan, bagaimana peran navigasi alur pelayaran bisa eksis dan mempunyai nilai bagi stakeholder yang terkait. Tentu dengan ini kami merumuskan kira-kira langkah-langkah kedepan yang  terukur sehingga pelayanan navigasi bisa lebih optimal,” sambungnya.

Lebih lanjut, Hengki mengungkapkan saat ini terdapat 23 VTS yang telah berstandar internasional. “VTS operator kalau secara set di internasional itu ada 25 orang, dan para operator pun harus mempunyai kemampuan setara dengan seorang pandu yang menguasai tentang nautic serta memilki legalitas jenjang ANT 3, 2, 1  sebagai persyaratan sehingga memang seorang VTS operator dia harus mempunyai sertifikat-sertifikat untuk bagaimana baik disisi pengawakan kapal, keselamatan, safety, secutity itu juga harus dipahami olehnya,” katanya.

Menurutnya, dalam menerapkan sistem itu tentu pihaknya punya best practice atau praktek terbaik yang ada di negara lain. Selain itu, dalam pengadaan peralatan juga dilakukan terlebih dahulu komparasi atau membandingkan dengan sistem yang sebelumnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya Gunung Hutapea mengaku pada prinsipnya, khususnya di Tanjung Perak juga akan dilakukan peningkatan kualitas peralatan yang ada supaya menjadi standar internasional sehingga ketika dilakukan E-Piloting sudah sesuai dengan standar. “Jadi tidak ada lagi no service no pay nanti, jadi kita betul-betul profesional untuk melaksanakan E-Piloting itu ke depan,” terangnya.

Ia berharap, melalui FGD ini bagi setiap navigasi dapat menyiapkan segalanya yang diperlukan, salah satunya termasuk SDM. “Saat ini tenaga yang ada di VTS Surabaya baru 10 orang dengan pola 3 shift, artinya pelayanan non stop 24 jam,” tutup Gunung.

  • berita




Footer Hubla Branding