Kamis, 17 Januari 2019

TOL LAUT, MEMBUKA JALUR LOGISTIK DAN MENEKAN DISPARITAS HARGA 17/01/201


Share :
18080 view(s)

​SURABAYA (17/1) – Salah satu program utama Pemerintahan Kabinet Kerja adalah memperlancar dan mengefisienkan angkutan barang melalui jalur laut atau yang dikenal dengan nama program Tol Laut. Konsep tol laut sendiri pada prinsipnya adalah pelayaran secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia untuk memperkuat jalur pelayaran dan logistik.

Demikian disampaikan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt. Wisnu Handoko saat menjadi pembicara kunci pada Focus Group Discussion (FGD) Tol Laut dengan tema “Melanjutkan Konektivitas, Membuka Jalur Logistik dan Menekan Disparitas Harga di Hotel Garden Palace Surabaya, Kamis (17/1).

Sejak program ini dicanangkan pada tahun 2015 lalu, pelaksanaan program tol laut masih harus terus dioptimalkan agar dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat secara langsung yakni mampu menurunkan biaya logistik dan menekan angka disparitas harga barang.

“Dari tahun ke tahun penyelenggaraan angkutan barang di laut (tol laut) terus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah trayek, di mana pada tahun 2018 dan 2019 mencapai 18 trayek yang dilayani oleh 19 armada kapal,” terang Wisnu.
WhatsApp Image 2019-01-17 at 14.19.57.jpeg
Capt. Wisnu menguraikan, dari total 18 trayek pada tahun 2019, sebanyak 5 (lima) trayek diopersikan oleh PT. Pelni, 2 (dua) trayek dioperasikan oleh PT. ASDP, dan 4 (empat) trayek dioperasikan oleh Djakarta Lloyd melalui penugasan. Sedangkan 7 (tujuh) trayek lainnya dioperasikan oleh perusahan pelayaran swasta melaui mekanisme pelelangan umum.

Adapun kapal-kapal tol laut tersebut akan menyinggahi 4 (empat) pelabuhan pangkal, 6 (enam) pelabuhan transshipment dan 66 pelabuhan singgah.

“Namun pada tahun ini, anggaran subsidi angkutan tol laut mengalami penurunan sekitar 50 %, dari sebelumnya tahun 2018 sebesar 447,6 miliar rupiah menjadi 222 miliar rupiah pada tahun 2019,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut Capt. Wisnu juga menjelaskan berbagai kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan tol laut selama ini.

“Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan program tol laut. Di antaranya, pelayanan kapal tol laut belum sepenuhnya menjangkau daerah T3P (Terdepan, Tertinggal, Terluar dan Perbatasan),"ujar Capt. Wisnu.

Selain itu, masih minimnya fasilitas bongkar muat di beberapa pelabuhan singgah serta belum optimalnya pemanfaatan Teknologi Informasi dalam tata kelola operasional tol laut.

Untuk itu, ke depan Pemerintah bersama pihak terkait berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kapal dan barang yang profesional dan transparan melalui digitalisasi sistem pelayanan pelabuhan,” kata Capt. Wisnu lagi.

Hal penting lain yang harus dilakukan yakni dengan meningkatkan ketersediaan fasilitas dan peralatan dalam mendukung pelayanan serta mengoptimalkan pelabuhan sebagai lokasi transhipment petikemas, baik domestik maupun internasional.

Selain kendala-kendala tersebut, menurut Wisnu, kurang optimalnya muatan balik juga menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus dicari solusinya.

Dari data realisasi muatan berangkat tahun 2018 tercatat mengalami peningkatan menjadi sebesar 229.565 ton dengan total 239 voyage. Sedangkan untuk realisasi muatan balik tercatat sebesar 5.502 ton sehingga harus terus ditingkatkan.

“Untuk mengoptimalkan muatan balik tersebut berbagai upaya kami lakukan. Salah satunya dengan meningkatkan sinergi antara Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN dan Pemerintah Daerah, melalui program “Rumah Kita” atau sentra logistik,” imbuh Wisnu.

Ia menjelaskan bahwa sentra logistik ini bekerjasama dengan BUMD & BUMDES untuk melakukan sosialisasi program tol laut kepada masyarakat dan pedagang di pelabuhan singgah untuk mengisi muatan balik.

“Program tol laut ini tak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dari Pemerintah Daerah dan badan usaha di daerah setempat untuk bersama-sama mensukseskan program tol laut ini,” tutur Capt. Wisnu.

Sebagai informasi, FGD ini merupakan rangkaian awal kegiatan Seminar Nasional Tol Laut yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang jatuh pada tanggal 9 Januari 2019. Adapun dalam Seminar ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan untuk duduk bersama bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan program tol laut ini sehingga memiliki daya dongkrak positif terhadap lalu lintas arus barang di Nusantara.

Biaya Angkut Barang Dengan Kapal Tol Laut Lebih Efisien 50%

Sementara itu, secara umum perbandingan biaya angkut menggunakan kapal tol laut jauh lebih efisien dan mampu mengurangi biaya angkut mencapai 50 % dari biaya angkut kapal komersial. Hal tersebut karena adanya subsidi atau Publik Service Obligation (PSO) dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan untuk angkutan barang di laut melalui program tol laut.   
WhatsApp Image 2019-01-17 at 14.19.56 (1).jpeg
“Namun Pemerintah menyadari bahwa masih banyak masyarakat yang menyamaratakan antara angkutan laut komersial dengan angkutan barang bersubsidi atau tol laut. Padahal terdapat perbandingan biaya angkut yang cukup signifikan di antara keduanya,” ujar Capt. Wisnu.

Misalnya saja perbandingan biaya angkut barang di laut dari Surabaya ke Merauke. Jika menggunakan kapal komersial biaya yang dikeluarkan bisa mencapai 10-11 juta rupiah, namun jika menggunakan kapal tol laut menjadi 6 juta rupiah.

“Begitu juga dengan biaya angkut ke daerah lain, seperti dari Surabaya ke Manokwari jika dengan kapal swasta biaya yang dikeluarkan antara 11-13 juta rupiah, sedangkan dengan kapal tol laut biaya jauh lebih murah sekitar 5,3 juta rupiah,” ungkap Wisnu.  

Ia juga menyebutkan, tingginya biaya logistik di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh uang tambang atau ongkos angkut (freight), namun terdapat beberapa komponen biaya logistik yang masih tinggi di pelabuhan, seperti biaya bongkar muat pergudangan, pengurusan dan biaya tambahan lain seperti jaminan kontainer ataupun equipment charge yang belum bisa terstandarisasi.

Untuk itu, Pemerintah akan terus berkonsolidasi mencari solusi bersama dalam menekan biaya logistik di pelabuhan.

“Kementerian Perhubungan bersama Badan Usaha Pelabuhan dan asosiasi terus melakukan koordinasi untuk mencari solusi dalam menekan biaya-biaya di pelabuhan yang tidak wajar agar sesuai dengan layanan yang diberikan,” imbuhnya.


  • berita




Footer Hubla Branding