JAKARTA (18/11) - Untuk mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di wilayah perairan Indonesia menjelang akhir tahun ini, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menginstruksikan kepada semua pihak terkait, baik para Syahbandar maupun pihak operator kapal, nakhoda dan masyarakat maritim untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem dalam kegiatan pelayaran.
Hal ini menindaklanjuti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan bahwa cuaca ekstrem dan gelombang tinggi akan terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia. BMKG mendeteksi adanya bibit siklon tropis 97S di Laut Cina Selatan memicu peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang. Kecepatan angin tertinggi terpantau di Samudra Hindia barat Aceh dan Laut Arafuru bagian tengah.
Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) beberapa waktu lalu telah menerbitkan Surat Peringatan Kesiapsiagaan Menghadapi Cuaca Ekstrem yang menginstruksikan kepada semua Kepala Kantor KSOP Utama, Kepala Kantor KSOP, Kepala Kantor UPP, Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, Kepala Pangkalan PLP, serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan sinergitas bersama dalam mendukung keselamatan pelayaran.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Muhammad Masyhud menjelaskan, imbauan ini diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta meminimalisir risiko kecelakaan kapal yang diakibatkan oleh cuaca buruk.
Syahbandar Tunda Keberangkatan Jika Cuaca Buruk
Dirjen Masyhud menginstruksikan kepada para Syahbandar untuk mengeluarkan Maklumat Pelayaran kepada nakhoda kapal tentang kondisi cuaca buruk atau ekstrem serta menyebarkan informasi cuaca dari BMKG maritim kepada seluruh kapal yang berada di wilayahnya.
“Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka Syahbandar diminta untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan menunda keberangkatan kapal sampai kondisi cuaca benar-benar aman untuk berlayar. Selain itu, Syahbandar harus memastikan kapal-kapal yang melanjutkan pelayarannya sudah memenuhi semua persyaratan keselamatan,” tegasnya.
Nakhoda Wajib Update Informasi Cuaca
Selanjutnya, Dirjen Hubla juga meminta kepada nahkoda dan operator kapal untuk selalu memperbaharui informasi cuaca secara rutin melalui kanal resmi BMKG, memastikan keselamatan seluruh awak kapal, penumpang, dan muatan serta menggunakan perangkat navigasi kapal untuk mendeteksi perubahan kondisi cuaca di sekitar.
“Jika ada situasi darurat segera melapor ke Syahbandar terdekat atau pihak berwenang menggunakan sistem komunikasi GMDSS (Global Maritime Distress and Safety System) jika diperlukan,” ujar Dirjen Masyhud.
Begitu pun dengan nahkoda/operator kapal dengan ukuran kapal kurang dari 35 GT, Tug Boat, LCT dan Ro-Ro Penumpang, juga diperingatkan agar menunda keberangkatan sementara waktu hingga kondisi cuaca dinyatakan aman oleh Syahbandar serta memastikan kapal dalam kondisi aman saat bersandar, termasuk pengikatan tambat dan pengawasan muatan.
“Syahbandar akan menunda kapal melakukan pelayaran apabila kondisi cuaca berpotensi membahayakan keselamatan penumpang, kru, maupun kapal. Nakhoda pun wajib melakukan pengecekan ulang peralatan keselamatan kapal selama masa penundaan,” imbuhnya.
Sedangkan bagi nahkoda/operator kapal dengan ukuran kapal lebih dari 35 GT termasuk kapal asing dan kapal niaga lainnya wajib memastikan kesiapan penuh sistem navigasi, permesinan, dan peralatan keselamatan serta melakukan evaluasi risiko dan terus memantau perkembangan cuaca sepanjang pelayaran.
“Dengan adanya instruksi ini diharapkan seluruh jajaran Ditjen Perhubungan Laut khususnya Syahbandar dan para petugas di lapangan dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran serta mampu mengantisipasi kecelakaan akibat cuaca esktrem yang terjadi di perairan Indonesia.” tutup Dirjen Masyhud.
Adapun berdasarkan informasi BMKG mulai tanggal 18 s.d. 21 November 2025, tinggi gelombang 1,25 – 2,5 meter berpeluang terjadi di Samudra Hindia barat Lampung, Samudra Hindia barat Bengkulu, Samudra Hindia barat Kep. Mentawai, Samudra Hindia barat Aceh, Selat Malaka bagian utara, Samudra Hindia barat Kep. Nias, Samudra Hindia selatan Banten, Samudra Hindia selatan Jawa Barat, Samudra Hindia selatan Jawa Tengah, Samudra Hindia selatan DI Yogyakarta, Samudra Hindia selatan Jawa Timur, Samudra Hindia selatan NTT, Selat Makassar bagian tengah, Selat Makassar bagian utara, Laut Maluku, Samudra Pasifik utara Maluku, Laut Banda, Laut Seram, Laut Arafuru bagian utara, dan Laut Arafuru bagian tengah. Sementara tinggi gelombang 2,5 – 4,0 meter berpeluang terjadi di Laut Natuna dan Laut Arafuru bagian barat. (PF/ETJ/HJ)