Selasa, 18 Desember 2018

DITJEN HUBLA SELENGGARAKAN WORKSHOP INTERNASIONAL SEMPURNAKAN PENETAPAN KAWASAN PSSA DI NUSA PENIDA


Share :
3165 view(s)

JAKARTA (18/12) - Guna menyempurnakan proposal penetapan Kepulauan Nusa Penida di Selat Lombok sebagai kawasan laut yang rentan terhadap pencemaran lingkungan atau Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menggelar The International Workshop on The Proposal of Designation of Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) in Lombok Strait di Morrisey Hotel Menteng, Jakarta kemarin (17/12).


Workshop Internasional ini menghadirkan narasumber, antara lain Mr. Edward Kleverlaan, expert PSSA yang sebelumnya adalah pejabat IMO yang mengurusi PSSA, Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Dr. Dinariyana, konsultan dari ITS Surabaya yang terlibat penyusunan PSSA Selat Lombok.

Adapun peserta terdiri dari para perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pushidros TNI-AL, LIPI, Setjen Kemenhub, serta unit kerja terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait.

Pada kesempatan ini, Indonesia juga mengundang 26 (dua puluh enam) Perwakilan Kedutaan Besar negara-negara sahabat yang ada di Jakarta. Adapun yang berkesempatan hadir adalah perwakilan dari Kedutaan Besar Australia, China, Singapura, Italia dan Rusia.
 IMG-20181218-WA0237.jpg
Membuka acara, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo, menyampaikan bahwa penyusunan Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk melindungi lingkungan lautnya. Hal ini sejalan dengan amanat yang ditegaskan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada pidato yang disampaikannya di hadapan Delegasi Anggota IMO pada Sidang ke-69 Komite Perlindungan Lingkungan Maritim (MEPC) pada bulan April 2016 yang lalu, bahwa komitmen Indonesia untuk melindungi lingkungan laut merupakan bagian dari upaya perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

“Oleh karena itulah, kita selenggarakan kegiatan pada hari ini untuk memperkaya dan melengkapi isi Draft Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok sebelum disampaikan ke IMO untuk dapat dibahas pada Sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-74 yang akan diselenggarakan pada tanggal 13 s.d 17 Mei 2019 mendatang,” ungkap Agus.

Workshop ini juga merupakan salah satu upaya Indonesia untuk menggalang dukungan dari negara-negara anggota IMO lainnya pada saat pembahasan proposal tersebut di Sidang IMO mendatang.

PSSA merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan oleh negara pantai untuk melindungi kawasan lautnya yang dianggap rentan terhadap dampak negatif aktivitas pelayaran internasional. Adapun usulan penetapan PSSA diajukan oleh negara pantai ke International Maritime Organization (IMO) untuk mendapatkan persetujuan.  
 
IMO telah mengadopsi panduan dalam penyusunan format usulan penetapan PSSA yang termuat dalam Resolusi A.982(24) mengenai Revised guidelines for the identification and designation of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSAs). Panduan tersebut memberi kesempatan kepada negara-negara pantai untuk menetapkan satu atau beberapa kawasan wilayahnya sebagai PSSA apabila memenuhi satu atau beberapa kriteria dari 3 (tiga) kriteria yaitu kriteria ekologis, kriteria sosial, budaya dan ekonomi, serta kriteria pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti penelitian biologi atau memiliki nilai sejarah.

Sedangkan Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok diinisiasi pada IMO dan Norwegian Agency for Development (NORAD) Project (2014-2017), di mana dalam Project tersebut, 4 (empat) negara beneficiary mengajukan untuk menetapkan salah satu kawasan lautnya sebagai PSSA.

“Filipina mengajukan Tubataha Reefs yang disetujui pada MEPC 72. Malaysia mengajukan Pulau Kukup dan Tanjung Piai pada MEPC 71, namun diminta untuk terlebih dahulu membahas masalah perbatasan dengan Indonesia sebelum mengajukan proposal. Selanjutnya Vietnam mengajukan Ha Long Bay dan Indonesia mengajukan Kepulauan Nusa Penida,” terang Agus.

Peningkatan lalu lintas pelayaran internasional yang diproyeksikan di Selat Lombok di tahun-tahun mendatang menjadi alasan perlunya melestarikan kawasan ini. Oleh karena itu, Proposal juga akan memuat pembentukan tindakan perlindungan terkait yang bertujuan untuk mencegah kerusakan ekosistem terumbu karang yang rapuh dan untuk memastikan keberlanjutan perikanan rakyat.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa Indonesia telah menyampaikan usulan penetapan PSSA ke IMO dalam bentuk Information Paper melalui dokumen MEPC 71/INF.39 pada Sidang MEPC ke-71 pada tahun 2017.
IMG-20181218-WA0236.jpg
“Selanjutnya pada tahun 2018, melalui dokumen MEPC 73 / INF.18, Indonesia kembali menginformasikan perkembangan proposal penetapan PSSA Kepulauan Nusa Penida,” ujar Agus.

Kepulauan Nusa Penida, yang terletak di tenggara Pulau Bali, jelas Agus, adalah daerah dengan ekologi, lingkungan, ekonomi dan budaya yang signifikan yang rentan akan dampak buruk dari kegiatan pelayaran internasional di Selat Lombok. Daerah ini unik karena terumbu karangnya yang luas dan bahkan memiliki spesies-spesies yang masuk dalam Daftar Merah Spesies IUCN.

“Keunikan dan kekayaan ekologi inilah yang membuat kita wajib melindungi kawasan ini,” tegas Agus.
 
Agus berujar, bahwa Indonesia memiliki target untuk membahas proposal tersebut pada Sidang MEPC ke-74 bulan Mei mendatang. Untuk itu, Indonesia harus sudah menyampaikan submisinya paling lambat tanggal 8 Februari 2019.

”Selain itu, penetapan PSSA Selat Lombok diharapkan bisa menjadi pilot project bagi penetapan kawasan-kawasan potensial lainnya sebagai PSSA, mengingat perlindungan lingkungan maritim adalah salah satu komitmen Indonesia untuk menjaga kelestarian wilayahnya yang rentan dari dampak negatif pelayaran internasional,” tutup Agus.


  • berita




Footer Hubla Branding