Senin, 8 April 2019

WUJUDKAN PELAYANAN TRANSPORTASI LAUT YANG BERSIH DARI KORUPSI, PESERTA RAKER DITJEN HUBLA TERIMA PEMBEKA


Share :
4426 view(s)

JAKARTA (8/4) - Mewujudkan pelayanan transportasi laut yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan salah satu hal yang terus diupayakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, sesuai dengan tema yang diangkat pada Rapat Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tahun 2019 yang digelar di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat pada hari ini (8/4).  

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo, Kementerian Perhubungan mendukung secara penuh komitmen Pemerintah untuk terus menerus secara berkesinambungan memberantas tindak pidana korupsi guna mewujudkan Pemerintahan yang anti korupsi. 

Sebelumnya, menurut Agus, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, juga telah menginstruksikan untuk menindak tegas seluruh pegawai yang terlibat korupsi serta mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penindakan tegas terhadap pelaku korupsi di lingkungan Kementerian Perhubungan.

“Sebagai regulator di bidang pelayaran yang sarat dengan pelayanan dan perizinan, insan Perhubungan Laut tentunya sangat rentan dengan godaan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Untuk itu, tentunya perlu diberikan pembekalan dan pemahaman terkait tindak pidana korupsi tersebut,” ujar Agus.

Guna memberikan pembekalan dan pemahaman terkait tindak pidana korupsi kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Agus mengungkapkan, pihaknya mengundang Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (BARESKRIM POLRI) untuk memberikan pembekalan kepada seluruh peserta raker. 

“Kita undang Bareskrim untuk menjadi pembicara pertama pada Rapat Kerja ini, untuk menegaskan betapa concern-nya kita terhadap tindak pidana korupsi,” tegas Agus.
WhatsApp Image 2019-04-08 at 17.08.23.jpeg
Pada kesempatan dimaksud, Direktur Tindak Pidana Korupsi, Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Erwanto Kurniadi, SH, MH, hadir untuk menyampaikan paparan berjudul “Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidana Korupsi Guna Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.”

Mengawali paparannya, Erwanto menjelaskan bahwa sesuai dengan UU No 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001, Tindak Pidana Korupsi terbagi ke dalam 7 (tujuh) golongan, yaitu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, suap menyuap, gratifikasi, penyalahgunaan jabatan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, perbuatan curang, serta pemerasan.

Lebih lanjut, Erwanto menjelaskan bahwa terdapat 10 (sepuluh) area rawan korupsi, antara lain terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Keuangan dan Perbankan, Perpajakan, Minyak dan Gas, BUMN dan BUMD, Kepabeanan dan Cukai, Penggunaan APBN, APBD dan Perubahannya, Aset Negara dan Daerah, Pertambangan, serta Pelayanan Umum dan Perijinan.

“Dari 10 area rawan korupsi tersebut, yang bersinggungan dengan Ditjen Hula adalah terkait Pengadaan Barang/Jasa atau Belanja Modal, Pengisian Jabatan Struktural, serta Penerbitan Izin/Pelayanan Umum,” jelas Erwanto.

Untuk mengurangi peluang korupsi tersebut, menurut Erwanto perlu disusun strategi dan juga diciptakan inovasi-inovasi, seperti salah satunya adalah dengan pelayanan online, sehingga tidak ada petugas yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Perlu juga disusun Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penerbitan Izin yang ringkas dan terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lain yang terkait.

“Selain pemberian sanksi tegas bagi ASN yang kedapatan melakukan tindak pidana korupsi, tentunya perlu dilakukan juga pembinaan terhadap para ASN untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang memiliki kualitas dan integritas, dibarengi dengan penerapan Sistem Pembinaan SDM yang tepat berimbang,” imbuh Erwanto.

Erwanto juga menegaskan pentingnya pemberdayaan maksimal peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta menjalin kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Harapannya ke depan, dapat dibentuk payung hukum berupa Memorandum of Understanding (MoU) antara Bareksrim dengan Kementerian Perhubungan, sebagai contoh melalui Inspektorat Kementerian Perhubungan untuk menangani apabila terdapat indikasi terjadinya korupsi di Kementerian Perhubungan,” pungkas Erwanto.



  • berita




Footer Hubla Branding