Senin, 9 Januari 2017

KEMENHUB AJAK PEMILIK DAN NAKHODA KAPAL TRADISIONAL PATUHI KESELAMATAN PELAYARAN


Share :
3580 view(s)

Jakarta. Musibah terbakarnya KM. Zahro menyisakan duka bagi transportasi laut di Indonesia. Berkaca dari kejadian tersebut, Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melakukan sejumlah langkah strategis agar musibah serupa tida terjadi di masa yang akan datang.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Ir. A. Tonny Budiono, MM telah mengeluarkan lagi aturan di bidang keselamatan pelayaran khususnya untuk kapal tradisional/kapal rakyat. Disamping itu, Ditjen Hubla juga menyelenggarakan Sosialisasi Keselamatan Pelayaran Kapal Penumpang Tradisional/Kapal Rakyat di Terminal Penumpang Pelabuhan Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara pada hari Senin (9/1).

Pada sosialisasi tersebut, Dirjen Tonny menyampaikan beberapa informasi di depan para pemilik kapal, Nakhoda dan masyarakat sekitar tentang pentingnya keselamatan pelayaran. Pada kesempatan ini, Dirjen Tonny didampingi oleh Kadishub DKI Jakarta, Kapolres Jakarta Utara, Bupati Kepulauan Seribu, Direktur Pembinaan Keselamatan Ditjen Perhubungan Darat serta jajaran pejabat Perhubungan Laut lainnya seperti Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai serta para KSOP di lingkungan UPT Ditjen Hubla di Jakarta.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen Tonny menyebutkan bahwa dalam pelayaran tradisional, yang paling penting adalah penggunaan jaket pelampung. Dirjen Tonnya juga menegaskan bahwa keselamatan pelayaran merupakan tanggung jawab bersama.

"Tugas keselamatan bukan hanya milik regulator. Tapi juga milik semuanya, termasuk operator pelayaran dan penumpang. Intinya, karena ini pelayaran tradisional, harus pakai life jacket. Kecuali kapal Pelni dan kapal besar," kata Tonny.

Tonny menambahkan bahwa operator semestinya juga memberikan penjelasan kepada para penumpang bila nantinya ditemui keadaan darurat.

Tonny juga meminta kepada para operator untuk tetap memperhatikan daftar penumpang atau manifest pelayaran. Sehingga data jumlah penumpang dengan manifes yang tercatat di syahbandar juga sama.

"Selain itu juga diarahkan ke mana pintu keluar. Sama seperti di pesawat, bagaimana pramugari memberikan panduan cara memakai pelampung dan menunjukkan jalan darurat untuk keluar," ujar Tonny.

"Manifest juga harus sama dengan jumlah penumpang yang ada di kapal. Jika ada penumpang yang lebih, laporkan ke syahbandar setempat. Agar manifes jumlahnya diketahui," imbuhnya.

Tonny lebih teknis menerangkan, penumpang kapal juga mesti diingatkan soal tata tertib selama pelayaran, seperti larangan merokok selama pelayaran. Ia juga mengingatkan kepada anak buah kapal (ABK) agar tanggap bila ada potensi kebakaran.

"Kalau ditemukan ada tercium bau kebakaran, supaya langsung dicari sumber api di mana. Dan juga tolong penumpang dilarang merokok selama pelayaran. Begitu pula, tolong nakhoda jangan terjun dahulu saat kebakaran. Arahkan dulu penumpang agar semua penumpang aman. Baru terjun ke laut," ucapnya.

Selanjutnya, untuk menekan terjadinya kecelakaan, Ditjen Hubla mensyaratkan kepada kapal untuk tidak berlayar sebelum mengantongi sertifikasi.

Sebagai informasi, saat ini tercatat ada 43 kapal yang telah bersertifikasi yang menjalankan pelayaran ke Kepulauan Seribu.
Dari total 43 kapal tersebut,  hanya ada 5 yang sedang memperpanjang sertifikatnya.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melihat bahwa dengan adanya kejadian musibah terbakarnya KM Zahro Express tersebut, dapat dijadikan momentum untuk membenahi pengelolaan transportasi laut yang lebih baik untuk kedepannya.
  • berita




Footer Hubla Branding