YOGYAKARTA (1/10) — Penyelenggaraan kegiatan di perairan, baik laut maupun sungai yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya mengandung risiko terjadinya musibah yang berpotensi mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan perairan. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, tentunya diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi.
Demikian disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Ir. Ahmad, pada sambutannya membuka acara Konsinyering Ratifikasi Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Cooperation (OPRC) yang diselenggarakan di Hotel Harper Yogyakarta sejak Selasa (29/9) sampai dengan hari ini, Kamis (1/10).
Ahmad menyampaikan, bahwa Pemerintah telah menetapkan ketentuan yang mengatur tentang kebijakan dan mekanisme kesiapsiagaan penanggulangan pencemaran, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 58 Tahun 20113 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan.
“Salah satu dari ketentuan tersebut mengatur mengenai kewajiban pengelola kegiatan kepelabuhanan dan unit kegiatan lain di perairan untuk memenuhi persyaratan penanggulangan pencemaran, meliputi prosedur, personil, peralatan dan bahan, serta latihan penanggulangan pencemaran,” terang Ahmad.
Dalam upaya untuk menjamin penanggulangan pencemaran dilakukan secara cepat, tepat dan terkoordinasi, Ahmad menambahkan, bahwa Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, juga telah mengatur pembentukan Prosedur Tetap (PROTAP) atau SOP untuk masing-masing tingkatan/Tier dalam keadaan darurat tumpahan minyak di laut.
Berdasarkan Pasal 7 Perpres dimaksud, PROTAP penanggulangan tumpahan minyak Tier 1 dibuat/ditetapkan oleh Syahbandar atau Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan atau Pimpinan Unit Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi atau Pimpinan Unit Kegiatan Lain. Adapun PROTAP Tier 2 kemudian ditetapkan oleh Bupati/Walikota, terkecuali untuk DKI Jakarta di mana PROTAP Tier 2 ditetapkan oleh Gubernur, sedangkan untuk PROTAP tier 3 ditetapkan oleh Tim Nasional.
“Untuk mendukung PROTAP penanggulangan tumpahan minyak inilah, dan untuk memperkuat landasan hukum penanggulangan pencemaran di Indonesia, kita selenggarakan kegiatan kita pada hari ini, yakni untuk mendapatkan masukan dari Kementerian dan Lembaga terkait guna menginisiasi proses ratifikasi Konvensi Internasional tentang Oil Pollution Preparedness, Response and Cooperation atau OPRC 1990,” tukas Ahmad.
Pada kesempatan tersebut, Ahmad juga menyampaikan, bahwa Menteri Perhubungan telah menandatangani dan mengesahkan Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Tier 3 melalui Keputusan Menhub No KM 263 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak (Tier 3) di Laut. PROTAP ini, menurut Ahmad, akan menjadi dasar bagi pelaksanaan penanggulangan tumpahan minyak skala nasional dan lintas batas negara.
Selain itu, menurut Ahmad, PROTAP Tier 3 ini juga akan menjadi dasar dalam penyusunan PROTAP penanggulangan tumpahan minyak Tier 2 dan Tier 1 dan akan melengkapi peraturan yang nantinya akan dihasilkan melalui proses ratifikasi konvensi OPRC.
“Untuk itu, tentunya diperlukan dukungan dan bantuan dari Kementerian dan Lembaga terkait, agar proses ratifikasi konvensi ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan peraturan yang mampu mengakomodir segala aspek yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak khususnya di perairan,” tutupnya.
Sebagai informasi tambahan, Ketua Panitia Pelaksana Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Air, Een Nuraini Saidah menyampaikan kegiatan Konsinyering Ratifikasi Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Cooperation (OPRC) ini diikuti oleh sejumlah 24 (dua puluh empat) orang peserta yang meliputi perwakilan dari Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet RI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, PFKKI Kementerian Perhubungan, Biro Hukum Kementerian Perhubungan serta Bagian Hukum dan KSLN Ditjen Perhubungan Laut.