JAKARTA (2/9) – Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga keberlangsungan suplai logistik ke seluruh dunia dalam menghadapi pandemi Covid-19 pada Pertemuan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phillipines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) Sea Linkages Working Group (SLWG) yang diselenggarakan secara virtual, (1/9).
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Antoni Arif Priadi, yang bertindak selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia menyampaikan bahwa sebagai negara maritim, Indonesia sangat bergantung pada transportasi laut untuk pergerakan orang dan barang, serta mensuplai pasokan logistik ke seluruh penjuru Nusantara.
“Oleh karena itulah, Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga memprioritaskan program kerjanya untuk mendukung pengangkutan logistik terkait Covid-19, termasuk pengangkutan kebutuhan pokok serta bareng strategis dan penting lainnya,” ujar Antoni.
Lebih lanjut, fakta bahwa Indonesia terletak di jalur pelayaran Internasional juga membuat Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di perairannya, tidak terkecuali para Pelaut yang bekerja di kapal-kapal tersebut.
Antoni mengungkapkan, bahwa pembahasan terkait dampak dan langkah-langkah pemulihan Covid-19, serta tantangan dan peluang sektor swasta yang dibawa oleh Covid-19 menjadi highlight pembahasan Pertemuan BIMP-EAGA SLWG. Terkait dengan hal tersebut, Antoni mengatakan bahwa Indonesia telah menyampaikan perhatian khususnya terhadap proses repatriasi dan pertukaran awak kapal yang sempat menjadi polemik pada masa pandemi.
“Kami menyampaikan bahwa Indonesia senantiasa berupaya untuk memperbaiki mekanisme khusus yang digunakan dalam penanganan aktivitas pertukaran awak kapal, baik bagi awak kapal WNI maupun asing sesuai dengan ketentuan dan protokol kesehatan WHO,” tukas Antoni.
Pada prakteknya, kegiatan pertukaran awak kapal di atas perairan Indonesia telah dilaksanakan di beberapa Pelabuhan, yakni Pelabuhan Pulau Galang, Pulau Nipah, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Priok. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan Kerjasama yang baik antara Otoritas Pelabuhan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, serta Bea Cukai dan Imigrasi.
“Mulai dari akhir bulan Februari sampai dengan pertengahan Juni lalu, sudah sebanyak 4.200 Anak Buah Kapal Indonesia yang direpatriasi dari 17 kapal. Sedangkan dari Juni hingga Agustus sudah lebih dari 4.000 Anak Buah Kapal Indonesia sehingga total mencapai 8.292 orang ABK yang telah direpatriasi melalui 4 Pelabuhan Indonesia,” jelas Antoni.
Antoni menyampaikan bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal PErhubungan Laut Nomor SE.13 Tahun 2020 juga telah menetapkan Perairan Pulau Nipah, Tanjung Balai Karimun, dan Pulau Galang sebagai tempat bagi kapal-kapal asing yang telah mengajukan izin berlabuh, baik kapal kargo, kapal penumpang maupun kapal pesiar, untuk menurunkan awak kapal, melakukan aktivitas bunker, serta pengisian air bersih.
“Ke depannya, direncanakan untuk menambah 5 Pelabuhan lagi untuk ditetapkan sebagai tempat pertukaran awak kapal, yakni Pelabuhan Batam, Merak, Tanjung Priok, Benoa dan Makassar,” terang Antoni.
Terkait dengan hal tersebut, Antoni mengatakan bahwa Negara-Negara BIMP-EAGA juga mungkin telah memberlakukan pembatasan perjalanan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap keamanan pelaut dan juga pelayaran, khususnya dalam kasus darurat di mana Pelaut harus direpatriasi, baik karena kontrak berakhir atau karena memerlukan pertolongan medis yang mendesak.
Oleh karena itu, ini merupakan kesempatan yang bagus bagi negara-negara BIMP-EAGA untuk mempertimbangkan pembentukan sebuah grup yang berisikan Contact Point orang yang bertanggung jawab terhadap proses repatriasi Pelaut di Pemerintahan masing-masing.
“Grup ini dapat menjadi media pertukaran informasi terkait prosedur dan praktik yang baik dalam menangani proses pertukaran awak kapal, repatriasi, atau mendapatkan pertolongan medis,” tukasnya.
Selain membahas tentang dampak dan penanganan Covid-19, pertemuan BIMP-EAGA SLWG juga membahas tentang beberapa hal lain, seperti kemungkinan membuka rute pelayaran kapal lain dari Davao-Bitung, penandatanganan MoU tentang Kapal Non Konvensi oleh 4 (empat) Negara, serta menggali potensi perdagangan antara negara BIMP-EAGA.
“Pada pertemuan ini kita juga sempat membahas kemungkinan kerja sama perdagangan terkait ekspor Beras, Jagung dan Pupuk dengan Sabah dan Phillipine,” katanya.
Antoni berharap, kerja sama yang era tantara Negara-Negara BIMP-EAGA dapat menjadi dorongan bagi Indonesia untuk terus mempertahankan komitmen yang tinggi dan terus siap untuk terlibat dalam langkah-langkah kerja sama yang dilakukan untuk mengatasi tantangan Pandemi ini.
“Inisiatif dan kolaborasi kita sangat diperlukan dalam mengambil langkah-langkah komprehensif dan inklusif untuk mencapai tujuan kita bersama,” tutupnya.
Sebagai informasi, BIMP-EAGA merupakan sebuah forum kerja sama sub regional, yang dibentuk secara resmi pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 di Davao City, Filipina pada tanggal 26 Maret 1994. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA, di mana para pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak kerja sama dimaksud sedangkan Pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Adapun wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari kerja sama BIMP-EAGA mencakup 15 provinsi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.