MANILA (27/8) – Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menunjukkan peran aktifnya di dunia internasional dalam upaya perlindungan lingkungan maritim dengan mengirimkan delegasinya menghadiri Pertemuan The Second High-Level Regional Meeting of Marine Environment Protection of South East Asia Seas Project (MEPSEAS) yang dihelat di the New World Manila Bay Hotel, Manila, Filipina selama 3 (tiga) hari mulai hari ini (27/8) sampai dengan Kamis (29/8).
Bertindak selaku Ketua Delegasi Indonesia, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha, memimpin Delegasi Indonesia menghadiri Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari 7 (tujuh) negara ASEAN yang terlibat dalam MEPSEAS, yakni Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
“Selain ketujuh negara tersebut, hadir pula perwakilan dari IMO dan Norwegia/NORAD serta strategic partners, antara lain ASEAN Secretariat, Tokyo MOU Secretariat, PEMSEA, Federation of ASEAN Shipowners Association serta Woman in Maritime (WIMA) Asia,” jelas Arif.
Arif menjelaskan, bahwa MEPSEAS adalah salah satu kegiatan kerjasama yang digawangi oleh International Maritime Organization (IMO) dengan dukungan dana dari Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD), yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim di kawasan Asia Tenggara.
Proyek yang akan berlangsung selama empat tahun, mulai tahun 2018 sampai dengan 2021 yang melibatkan tujuh negara ASEAN tersebut, menurut Arif, merupakan kelanjutan dari IMO/NORAD Project on Ratification and Implementation of IMO’s Marine Environmental Convention in Sub-Asia Region (2014-2018).
“Fokus dari proyek ini adalah 4 (empat) instrument IMO di bidang perlindungan lingkungan maritim, yaitu Anti Fouling System Convention (AFS), Ballast Water Management Convention (BWM), MARPOL, dan London Convention/Protocol,” kata Arif.
Adapun pertemuan kali ini, lanjut Arif, adalah pertemuan kedua antara Maritime Administrators negara-negara yang terlibat dalam Project, Tim Nasional, serta Tim IMO yang bertujuan untuk berbagi pengalaman akan perkembangan Project selama satu tahun terakhir.
“Pada pertemuan kali ini, yang dibahas adalah perkembangan Project selama satu tahun terakhir, apakah sesuai dengan Roadmap implementasi yang telah disepakati oleh masing-masing negara pada pertemuan sebelumnya di Bali bulan Juni tahun 2018 lalu,” katanya.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan, pada Project ini, fokus dari Pemerintah Indonesia adalah implementasi Konvensi AFS telah diratifikasi pada tahun 2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2014 dan Konvensi BWM yang telah diratifikasi pada tahun 2015 dengan Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015.
Menurut Arif, pada Pertemuan ini, Indonesia telah menyampaikan antara lain terkait update National Action Plan dan National Work Programme, pengiriman 4 (empat) orang trainee untuk mengikuti Regional Workshop of Train-the-Trainer di Singapura pada tanggal 28-30 Mei 2019, pelatihan atau training nasional mengenai hukum, kebijakan dan reformasi kelembagaan, Policy and Institutional Reform (LPIR) pada tanggal 29 Juli – 1 Agustus 2019 bertempat di STIP Jakarta.
“Dan terakhir, kita sampaikan juga hasil pembahasan tentang Same Risk Area (SRA) pada ASEAN Maritime Transport Working Group ke-38 di Singapura pada tanggal 21-23 Agustus lalu,” ujar Arif.
Selanjutnya, Arif menjelaskan, bahwa sejalan dengan Project ini, Indonesia juga sedang melakukan Port Biological Baseline Surveys (PBBS) terhadap 4 (empat) Pelabuhan Utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Batam, serta Pelabuhan Makassar.
“Survey ini kami harapkan dapat diselesaikan akhir tahun ini, sehingga kita dapat memperoleh data spesies atau biota di perairan tersebut, yang nantinya akan menjadi dasar bagi penerapan BWM dan juga untuk penetapan SRA,” tutup Arif.