Senin, 10 Juni 2019

PENTINGNYA BAGAN PEMISAHAN ALUR LAUT DI SELAT SUNDA DAN SELAT LOMBOK BAGI INDONESIA


Share :
11136 view(s)

LONDON (9/6) -  Indonesia merupakan negara kepulauan pertama di dunia  yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) berdasarkan dengan hasil keputusan Sidang Plenary International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue (NCSR) ke-6 pada bulan Januari 2019 lalu.

Sebelumnya Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura. Namun TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura tersebut berbeda pengaturannya mengingat dimiliki oleh 3 (tiga) negara, sedangkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hanya Indonesia yang memiliki wewenang untuk pengaturannya. Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.

Indonesia bersama Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina merupakan 5 (lima) negara berdaulat yang tertuang dalam UNCLOS 1982 sebagai negara yang memenuhi syarat sebagai negara kepulauan.

Kini Indonesia kembali berjuang untuk mengawal TSS agar dapat diadopsi pada Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 yang berlangsung dari 5 s.d. 14 Juni 2019 di London, Inggris.
WhatsApp Image 2019-06-10 at 14.25.37.jpeg
Direktur Kenavigasian, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius menjelaskan mengapa bagan pemisahan alur laut di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi begitu penting bagi Indonesia.

"Penetapan TSS di selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO memang sangat penting dan diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia dengan lalu lintasnya yang sangat padat tersebut," ujar Basar di Jakarta hari ini (9/6).

Menurutnya, dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya.

Selat Sunda, lanjut Basar adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang. 

Terkait dengan ALKI, Basar mengatakan bahwa ALKI merupakan alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal - kapal internasional (freedom to passage) sebagaimana yang tertuang dalam UNCLOS 1982. 

Sehingga dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang juga merupakan ALKI tersebut menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

“Di Selat Sunda juga terdapat 2 gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran,” tambah Basar.

Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.

Basar menjelaskan, bahwa pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary areas pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.

"Dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman," ujar Basar.

Basar mengatakan bahwa perjuangan Indonesia dari sejak persiapan, pengusulan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hingga akhirnya disetujui dalam Sidang IMO NCSR ke 6 tentunya bukan hal yang mudah dicapai karena perjalanan Indonesia dalam mengawal TSS hingga diimplementasikan masih panjang.

Perjalanan panjang selama kurang lebih dua tahun untuk melakukan persiapan melalui tahapan-tahapan yang tidak mudah dan menyita perhatian serta waktu yang lama untuk pengajuan proposal TSS Selat Sunda dan Selat Lombok ke IMO merupakan bukti keseriusan Indonesia untuk berperan aktif di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dunia serta perlindungan lingkungan maritim khususnya di wilayah perairan Indonesia.

"Setelah sebelumnya Indonesia berhasil mengawal proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok pada sidang IMO NCSR, kini Indonesia harus kembali berjuang mengawal proposal tersebut agar diadopsi dalam sidang IMO MSC yang sesuai agenda adopsi tersebut akan dilakukan besok, Senin (10/6)," ujar Basar.

"Setelah TSS tersebut diadopsi dalam sidang IMO MSC ke 101, Indonesia harus mempersiapkan dengan sebaik-baiknya karena nantinya akan mulai diberlakukan secara internasional satu tahun setelah sidang adopsi yaitu bulan Juni 2020," tutup Basar.

Dengan demikian, tentunya penetapan bagan pemisahan alur laut atau TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi begitu penting karena terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim serta menunjukan jati diri bangsa sebagai negara kepulauan dan juga negara maritim yang berperan aktif dalam menjaga keselamatan, keamanan pelayaran termasuk melindungi lingkungan maritim.



  • berita




Footer Hubla Branding