BANDAR SERI BEGAWAN (8/5) – Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali turut serta dalam Delegasi Pemerintah Indonesia menghadiri Pertemuan Kelompok Kerja Transportasi Maritim ASEAN ke-46 (The 46th ASEAN Maritime Transport Working Group) yang diselenggarakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada tanggal 6 s.d. 8 Mei 2024.
Pertemuan yang dipimpin oleh Brunei Darussalam selaku Chair ini dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN, serta negara mitra dialog, termasuk China, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Turut serta dalam kegiatan ini Organisasi Maritim terkemuka seperti International Maritime Organization (IMO), ASEAN Ports Association (APA), Federation of ASEAN Shipowners’ Association (FASA), World Shipping Council (WSC), Digital Container Shipping Association (DSCA), Partnership for Infrastructure (P4I) Australia, dan ASEAN Secretariat.
Adapun Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Lollan Panjaitan, dengan anggota Delegasi RI terdiri dari perwakilan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Direktorat Kenavigasian, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan (TSDP), Pusat Fasilitasi Kemitraan dan Kelembagaan Internasional (PFKKI), PT. Pelindo dan Indonesia National Shipowners Association (INSA).
Lollan mengungkapkan beberapa hal penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Pertama adalah agenda terkait ASEAN Single Shipping Market (ASSM), dimana Brunei Darussalam menyampaikan data analisis kinerja pelabuhan di ASEAN untuk tahun 2023 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Maritim Malaysia (MIMA) dari data-data terbaru yang diberikan oleh negara-negara ASEAN.
Pada agenda ini, Lollan melanjutkan, Negara Anggota diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai mekanisme koordinasi nasional tentang pembangunan infrastruktur pelabuhan dan jalan serta rencana induk nasional untuk pembangunan pelabuhan dan jalan untuk akses pelabuhan yang lebih baik.
“Dalam hal ini, kami menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia telah menunjuk Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian untuk mendukung peningkatan konektivitas Indonesia melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan cara penyelesaian masalah (debottlenecking), khususnya terkait dengan perizinan, untuk menyelesaikan Pembangunan Pelabuhan yang termasuk dalam daftar PSN,” terang Lollan.
Lebih lanjut, Indonesia juga berupaya untuk mendukung aksesibilitas dari Pelabuhan melalui jalan akses dari dan menuju Pelabuhan, serta mendorong pengembangan Kawasan Industri untuk mendukung pemanfaatan Pelabuhan. Selain itu, peningkatan konektivitas di Indonesia juga didukung melalui dibentuknya Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), yang berfungsi sebagai unit koordinasi dalam pengambilan Keputusan untuk mendorong penyelesaian masalah yang muncul akibat kurang efektifnya koordinasi beragam pemangku kepentingan.
“KPIP menjadi point of contact dalam implementasi koordinasi untuk debottlenecking PSN dan Proyek Prioritas,” ujar Lollan.
OPERASI JARINGAN PELAYARAN KAPAL RO-RO DI ASEAN
Terkait Pembahasan pengoperasian jaringan pelayaran kapal Ro-Ro di ASEAN, terang Lollan, Indonesia menyatakan dukungan penuh terhadap proyek-proyek yang dapat meningkatkan perekonomian global, khususnya melalui konektivitas yang meningkatkan perdagangan antar negara.
Sehubungan dengan pelayaran kapal Ro-Ro dengan Rute Dumai-Melaka, disampaikan bahwa pada sisi darat pelabuhan Bandar Sri Junjungan saat ini sedang dalam tahap kontruksi terminal penumpang dan diperkirakan akan selesai pada Juni 2024 dengan progres saat ini mencapai 61% dan pembangunan fasilitas CIQS di area pelabuhan yang ditargetkan selesai pada akhir 2024.
Saat ini, Lollan menjelaskan, Indonesia sedang menyusun Joint Task Force RoRo Dumai-Melaka Indonesia bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait di Indonesia dan menyarankan Malaysia untuk membentuk Joint Task Force gabungan dari dua negara untuk mempercepat penyelesaian masalah ini.
Adapun terkait dengan Rute Ro-Ro Bitung – Davao, Indonesia menurut Lollan, menyampaikan bahwa melalui pertemuan yang telah dilaksanakan dengan stakeholder terkait, ditemukan beberapa fakta bahwa Tahuna dan Gensan telah menjalin hubungan dagang tradisional sejak bertahun-tahun yang lalu dengan komoditas utamanya adalah kebutuhan rumah tangga. Kargo utamanya adalah ikan, kelapa dan perlengkapan untuk membangun kapal tradisional.
Selanjutnya, ditemukan juga fakta bahwa terjadi peningkatan jumlah pergerakan orang pada waktu-waktu tertentu, contohnya Natal, Idul Fitri atau liburan sekolah di mana para migran berpindah antara kedua negara tersebut dan seringkali dijumpai PiSa (keturunan dari orang Filipina dan Sangihe).
“Melihat situasi tersebut, kami mengusulkan untuk mempertimbangkan transportasi orang dan barang tidak hanya dibatasi dengan kapal Ro-Ro, namun dikembangkan ke kapal dagang non konvensi. Oleh karenanya, Indonesia mengusulkan membentuk Joint Task Force untuk mendapatkan solusi dan menyusun program yang konstruktif bagi kedua Negara,” kata Lollan.
PENINGKATAN SISTEM KENAVIGASIAN DAN KEAMANAN SESUAI STANDAR INTERNASIONAL
Pada pembahasan Agenda ini, Jepang menyampaikan progress implementasi dari Rencana Aksi Regional untuk Keamanan Pelabuhan (RAPPS) 2024 termasuk hasil dari pertemuan Port Security Expert ke 21.
Terkait hal tersebut, Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Jepang atas penyelenggaraan rapat RAPPS 2024 via zoom tanggal 15 Februari 2024 yang juga diikuti oleh Filipina, Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Thailand dan Myanmar. Dalam rapat dimaksud, setiap negara melaporkan kegiatan terkait keamanan pelabuhan yang telah dilaksanakan selama tahun 2023.
Lebih lanjut, Indonesia juga mengapresisasi dan menyampaikan terima kasih untuk penyertaan Indonesia dalam program Asean Regional Training Center for VTS (ARTV) yang diselenggarakan dengan baik di MATRAIN Marine Department of Malaysia (Jabatan Laut Malaysia). Pada tahun 2023 (November) untuk Training Phase-4 melalui metode E Learning dan pertemuan tatap muka. Indonesia mengikutsertakan 2 orang peserta yakni dari VTS Palembang dan VTS Samarinda.
“Indonesia mendorong dan mendukung pelaksanaan Asean Regional Training Center for VTS (ARTV) untuk Phase 5, dan mendukung upaya untuk meningkatkan kompetensi VTS Operator melalui program-program training lainnya bersama dengan Negara Anggota ASEAN. Kami juga menyampaikan saat ini Indonesia memiliki 2 institusi training, yaitu BPPTL dan BP3IP yang telah terakreditasi utuk pelaksanaan training VTS di Indonesia,” demikian Lollan menyampaikan.
TRANSPORTASI LAUT YANG BERKELANJUTAN
Delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut memaparkan tentang perkembangan penerapan Eco Port di Indonesia. Lollan menyampaikan pandangan Indonesia tentang perlunya penerapan Pelabuhan Netral Carbon di semua Pelabuhan di Indonesia. Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap dukungan pemerintah Jepang dalam Forum 21st ASEAN-JAPAN Technology Group untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai teknologi terbarukan.
“Pemerintah Indonesia dan operator pelabuhan telah mengambil beberapa langkah untuk mendukung dekarbonisasi di Pelabuhan, antara lain penggunaan pasokan listrik di darat, konversi energi ramah lingkungan dari energi diesel menjadi energi listrik, dan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya,” terangnya.
Terkait hal ini, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun 2023 tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Transportasi Untuk Mendukung Pencapaian Target Kontribusi Nasional, di mana sub sektor transportasi laut juga mempunyai aksi mitigasi untuk mendukung pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), baik di sisi pelayaran maupun di sisi pelabuhan.
“Dalam hal ini, kami (Pemerintah Indonesia) mengucapkan terima kasih atas kerja sama Pemerintah Jepang dalam Port Technology Group. Indonesia telah mengikuti kegiatan kelompok teknologi pelabuhan di Jepang sehingga OCDI akan mengembangkan konsep Carbon Neutral Port Guideline dengan memperhatikan masukan dari masing-masing negara ASEAN dan konsep Pedoman tersebut nantinya akan disampaikan oleh OCDI pada pertemuan PTG ke-22,” katanya.
Indonesia, lanjut Lollan, juga menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan pada pelayaran/transportasi laut, termasuk pada kapal dan kendaraan yang beroperasi dari dan menuju pelabuhan.
Adapun terkait dengan pembahasan penerapan ASEAN Green Ship Strategy, Indonesia mendukung program penggunaan kapal ramah lingkungan, di mana saat ini kapal-kapal di Indonesia telah menggunakan bahan bakar biosolar B35 dan sedang dalam tahap persiapan uji terap B40 untuk 27 angkutan laut. Selain itu, terdapat pula kapal yang dioperasikan oleh Pertamina Hulu Mahakam yang berbahan bakar Diesel Dual Fuel (HSD + LNG), serta kapal berbahan bakar gas (LNG), yang dioperasikan oleh Badan Usaha untuk menunjang operasional perusahannya.
Inisiatif penggunaan energi terbarukan juga telah diimplementasikan oleh kapal penyeberangan yang beroperasi di Danau Toba (bus air Asa Asa dan bus air Jurung-Jurung) serta Danau Sentani (bus air Itaufili dan bus air Empote), yang dibangun pada tahun 2019-2020 dengan menggunakan panel surya.
“Walaupun panel surya ini hanya berfungsi sebagai sumber listrik untuk penerangan, sistem navigasi dan radio, dan belum bisa berfungsi sebagai tenaga penggerak utama, namun inisiatif ini perlu diapresiasi dan didorong agar dapat lebih dikembangkan,” imbuhnya.
Selanjutnya terkait Manajemen Biofouling di Laut Asia Timur, Indonesia sebagai salah satu Negara Mitra Utama dalam Proyek Kemitraan GloFouling, mengucapkan terima kasih kepada IMO dan PEMSEA atas dukungan berkelanjutan mereka terhadap pelaksanaan Proyek.
“Kami juga menegaskan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam perlindungan lingkungan laut melalui Proyek ini dan menyampaikan bahwa Indonesia telah menyelengggarakan Pelatihan Biofouling Management Plan and Record Book pada tanggal 26 s.d 27 Februari 2024 di Lombok, Indonesia. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan teknis petugas kami mengenai dampak pengelolaan biofouling terhadap efisiensi bahan bakar kapal dan emisi GRK.
Selain itu, di bawah proyek Kemitraan GloFouling, Indonesia akan menyelenggarakan pelatihan teknis pengoperasian dok kering untuk pencegahan dan pengelolaan biofouling, yang akan diadakan pada paruh kedua tahun 2024 di Batam, Indonesia. Pelatihan ini akan sangat bermanfaat bagi staf dok kering, operator kapal dan pelabuhan, termasuk pejabat pemerintah yang menangani pengelolaan biofouling,” jelas Lollan.
KERJA SAMA IMO-ASEAN
Indonesia menyampaikan dukungannya terhadap penandatanganan MoU antara ASEAN dan IMO tentang Kerja Sama Masa Depan Sektor Maritim di Kawasan Asia-Pasifik supaya dapat lebih mengembangkan kerja sama di sektor transportasi laut.
“Kami juga mendukung rencana masa depan IMO untuk mengembangkan penerapan Ekonomi Biru dan Ekonomi Sirkular di ASEAN, mengingat pentingnya hal ini sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi di Kawasan,” kata Lollan.
Kerja sama dalam sektor Ekonomi Biru ini dapat mencakup pembangunan di sektor-sektor seperti akuakultur, pariwisata, energi terbarukan, bioteknologi, penelitian dan pendidikan berbasis kelautan dan air tawar, serta sektor-sektor baru lainnya.
“Sejalan dengan upaya berkelanjutan IMO dan rencana masa depan untuk mendukung penerapan Ekonomi Biru dan Ekonomi Sirkular di ASEAN, kami mengharapkan dukungan dan kerja sama berkelanjutan dari IMO untuk pengembangan Kerangka Ekonomi Biru ASEAN, yang akan berkontribusi pada kesejahteraan sosial ekonomi dan lingkungan laut yang sehat di wilayah tersebut,” katanya.
Indonesia, kata Lollan, berharap ASEAN dan IMO dapat terus memperkuat kerja sama di bidang maritim untuk lebih mengembangkan transportasi laut dan konektivitas yang kuat, berketahanan dan lancar di kawasan ASEAN dan sekitarnya.
Sementara itu, sebagai wujud komitmen terhadap kemajuan sektor maritim dunia, Indonesia menyampaikan dukungannya terhadap proses Ratifikasi Cape Town Agreement (CTA), dan akan menyelenggarakan Konsultasi Nasional Ratifikasi dan Implementasi CTA pada tanggal 24-28 Juni 2024, serta Konferensi Regional tentang Cape Town Agreement yang akan dilaksanakan pada semester 2 tahun 2024.
Lebih lanjut, Indonesia juga menyampaikan informasi mengenai persiapan penyusunan permohonan penetapan Selat Lombok sebagai Kawasan Laut Sangat Sensitif (Particularly Sensitive Sea Area/PSSA) untuk diajukan pada Sidang MEPC ke-82.
“Guna mendukung hal tersebut, Indonesia akan mengadakan Focus Group Discussion internasional pada awal Juni 2024 di Bali dan kami mengundang ASEAN, Negara-negara Anggota IMO, dan pemangku kepentingan yang mempunyai kepentingan di bidang ini untuk berpartisipasi aktif dalam Forum tersebut,” tukas Lollan. (MYN/MM/HB)