JAKARTA (20/8) - Dalam penyelenggaraan kegiatan di perairan laut baik laut maupun sungai yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, termasuk kegiatan kepelabuhanan terdapat risiko terjadinya musibah pelayaran yang seringkali diikuti dengan pencemaran di perairan. Potensi pencemaran tersebut dapat terjadi baik dalam skala kecil maupun skala besar seperti contohnya pencemaran minyak di perairan dimana tidak hanya berpotensi merusak lingkungan sekitar namun juga dapat membahayakan masyarakat di wilayah terdampak.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) kembali meningkatkan upaya dalam rangka mencegah dan menanggulangi pencemaran di perairan pelabuhan. Salah satunya dengan cara melakukan Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan yang merupakan tindaklanjut pelaksanaan Konsinyering Penyusunan Bahan Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan yang dilaksanakan akhir tahun lalu.
"Salah satu peran dan tanggung jawab pemerintah adalah menjaga dan menjamin terlaksananya perlindungan lingkungan maritim. Dan sebagai tindak lanjut dari peristiwa tumpahan minyak di perairan, maka diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi," kata Direktur KPLP, Ahmad saat membuka acara, Kamis (19/8).
Lebih jauh Ahmad mengungkapkan seiring berjalannya waktu maka peraturan pun juga dapat berubah dan berkembang mengikuti kondisi zaman serta tuntutan perubahan ke arah yang lebih baik pula.
"Untuk itu maka saat ini kita bersama-sama akan berupaya menyiapkan bahan untuk perbaikan atau revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 dimana diharapkan outline dari revisi peraturan menteri nantinya akan sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja serta menjadi good governance bersama dengan semua pemangku yang melaksanakan peraturan ini," ungkapnya.
Dalam kegiatan pembahasan ini, akan diisi oleh pemaparan dan penjelasan dari para narasumber dan praktisi di bidang hukum serta sekaligus diskusi penyusunan peraturan perundang-undangan serta partisipasi dan masukan dari para peserta.
"Kegiatan ini dilakukan agar Rancangan Permenhub yang akan kita rumuskan dapat mencakup pokok-pokok bahasan yang substantif dan penting sehingga nantinya dapat memberikan manfaat bagi kita dalam menjalani tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan perlindungan lingkungan maritim," tegasnya.
Adapun saat ini Rancangan Revisi Peraturan Menteri Perhubungan telah disusun dan kemudian dilakukan pembahasan bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait serta untuk mendapatkan masukan terhadap substansi dari rancangan Peraturan Menteri Perhubungan dimaksud. Dalam prosesnya, Ahmad mengungkapkan pihaknya telah melakukan rapat internal di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan melibatkan Biro Hukum, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan perwakilan Direktorat di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut.
"Dalam kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan bahwa Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Tier 3 Alhamdulillah telah ditandatangani dan disahkan oleh Menteri Perhubungan. Selain itu saat ini kita juga sedang dalam proses untuk meratifikasi konvensi OPRC 1990 yang nantinya akan dilanjutkan dengan ratifikasi Protocol HNS sebagai payung hukum internasional dalam penanggulangan pencemaran di Indonesia," ungkap Ahmad.
Dengan demikian, Ahmad mengatakan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengharapkan dukungan dan bantuan dari Kementerian dan Lembaga terkait, agar proses ratifikasi konvensi ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan peraturan yang mampu mengakomodir segala aspek yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak khususnya di perairan dan pelabuhan.
"Kami yakin dan percaya bahwa Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang penanggulangan pencemaran di perairan dan pelabuhan ini akan berdampak positif dalam mewujudkan keselamatan dan keamanan pelayaran," tutupnya.
Sebagai informasi, kebijakan dan mekanisme yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk kesiapsiagaan penanggulangan pencemaran telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan. Salah satunya mengatur kewajiban pengelola kegiatan kepelabuhanan dan unit kegiatan lain di perairan untuk memenuhi persyaratan penanggulangan pencemaran yang meliputi prosedur, personil, peralatan dan bahan, serta latihan penanggulangan pencemaran. Dalam upaya untuk menjamin penanggulangan pencemaran dilakukan secara cepat, tepat dan terkoordinasi, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan telah mengatur langkah-langkah dan teknis penanggulangan apabila terjadi pencemaran di perairan dan pelabuhan.
Kegiatan Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan ini dihadiri oleh Perwakilan dari Kementerian Perhubungan, yakni Biro Hukum, Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Dan juga dihadiri oleh Perwakilan dari Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi; Perwakilan dari Direktorat Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Ditjen Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Perwakilan dari Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Perwakilan dari Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan; Perwakilan dari PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero); Perwakilan dari PT. Pertamina (Persero); Perwakilan dari Divisi Penunjang Operasi SKK Migas; serta stakeholder terkait lainnya.