JAKARTA (17/3) - Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan hadir dalam pertemuan Extraordinary High Level Regional Meeting (EHLRM) of Marine Enviromental Protection of the South - East Asian Seas (MEPSEAS) Project yang diselenggarakan secara virtual. Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang diwakili oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Hermanta, bertindak sebagai Ketua Delegasi Indonesia sekaligus National Focal Point MEPSEAS Project dalam pertemuan ini.
"Dengan ketulusan hati saya ucapkan terimakasih kepada IMO dan NORAD atas dukungannya dan juga mengizinkan perpanjangan waktu pelaksanaan project ini selama 1 (satu) tahun serta mendorong penggunaan teknologi (virtual) dalam menjalankan kegiatan," kata Capt. Hermanta dalam sambutannya di Jakarta (17/3).
Lebih lanjut Capt. Hermanta mengatakan bahwa di masa pandemi Covid-19 ini, tantangan MEPSEAS Project menjadi lebih besar, terutama terkait dengan implementasi konvensi yang memerlukan kehadiran fisik di tempat.
"Meskipun demikian saya percaya, dengan kemauan dan usaha yang kuat kita bisa menemukan cara untuk melaksanakan konvensi perlindungan laut secara penuh dan efektif," ujarnya
"Akhir kata, saya ucapkan terimakasih dan saya berharap pertemuan ini dapat bermanfaat dengan melakukan diskusi yang membangun," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Capt. Hermanta selaku National Focal Point MEPSEAS Project dalam pertemuan ini juga menyampaikan progres kegiatan MEPSEAS Project selama 3 (tiga) tahun ini dan beberapa rencana kegiatan ke depan.
"Kegiatan project pada tahun pertama (2018) dan kedua (2019) yang telah dilaksanakan seperti pembentukan tim satgas, penetapan lembaga diklat nasional, berpartisipasi dalam regional workshop LPIR, menyelenggarakan diklat nasional LPIR dan melakukan port biological baseline surveys pada 6 (enam) pelabuhan besar di Indonesia," ungkap Capt. Hermanta.
Lebih lanjut Capt. Hermanta menyampaikan bahwa pada tahun ketiga (2020), DGST mulai menyusun aturan terkait BWM dan AFS, dengan melakukan formulasi ulang terhadap regulasi yang berlaku saat ini untuk penerapan BWM dan AFS (Permenhub No. PM 29 Tahun 2014).
"Beberapa kegiatan lain juga telah direncanakan seperti pelaksanaan pelatihan PSC dan Flag State Inspection," katanya
"Harapan saya di akhir MEPSEAS Project ini rencana-rencana yang sudah dibuat semuanya dapat terealisasikan," tutupnya.
Pertemuan ini dihadiri oleh administrasi maritim dari 7 (tujuh) negara ASEAN yang terlibat yaitu Indonesia, Filipina, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Adapun Mr. Robert A Emperad (Philippine) selaku Director General of MARINA Philippines menjadi Chair dalam pertemuan ini.
Selain itu, pertemuan ini dihadiri juga perwakilan dari IMO dan NORAD serta Strategic Partners seperti Tokyo MOU Secretariat, PEMSEA, Women in Maritime Asia, ASEAN Maritime Transport Working Group, Singapore Maritime Port Authority, dan Federation of ASEAN Shipowners Associations (FASA).
Tujuan pertemuan ini diadakan adalah untuk melihat kembali posisi MEPSEAS Project dengan adanya kendala yang dihadapi selama pandemi Covid - 19 dan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya di tahun ke-4 kegiatan dengan fokus pada rencana pelaksanaan Compliance Monitoring and Enforcement (CME) dari konvensi-konvensi IMO menjadi prioritas masing-masing negara yang terlibat.
MEPSEAS Project adalah kegiatan yang didukung oleh International Maritime Organization (IMO) dengan pendanaan dari Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) yang peluncuran resminya dilakukan pada saat penyelenggaraan the First High-Level Regional Meeting pada tanggal 25 Juni 2018 di Bali.
Project ini direncanakan berjalan selama 4 (empat) tahun yang dimulai dari tahun 2018 hingga tahun 2021, tetapi project ini menjadi diperpanjang hingga tahun 2022 dikarenakan adanya pandemi Covid - 19 ini.
Project ini difokuskan pada implementasi 4 (empat) konvensi perlindungan maritim IMO yaitu Anti-Fouling System (AFS) Convention, Ballast Water Management (BWM) Convention, MARPOL dan London Convention/London Protocol, dan Indonesia fokus pada implementasi AFS dan BWM. Indonesia fokus pada implementasi AFS dan BWM untuk melindungi perairan Indonesia dari dampak negatif penggunaan kandungan cat anti teritip pada kapal serta invasi spesies asing di dalam pertukaran air balas kapal.
Sebagai informasi, pertemuan HLRM of MEPSEAS Project telah dilaksanakan 2 (dua) kali, yaitu pada tahun 2018 di Bali, Indonesia dan tahun 2019 di Manila, Filipina. Sedangkan pertemuan ke-3 direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juni atau Juli tahun ini melalui virtual dengan Vietnam sebagai tuan rumah.