Kamis, 1 November 2018

PERANAN AZAS CABOTAGE DALAM MENJAGA KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Share :
9235 view(s)

YOGYAKARTA (1/11) - Sejak diterapkannya Asas Cabotoge melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2005 yang diperkuat oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, menjadi era baru dalam perkembangan industri pelayaran nasional, di mana industri pelayaran nasional mengalami pertumbuhan cukup signifikan yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan jumlah armada kapal niaga nasional.


Demikian disampaikan oleh Plt. Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut yang diwakili oleh Kepala Seksi Angkutan Laut Khusus, Erlien Mardiana saat memberikan paparan pada acara Eksploitasi Blok Muara Bakau dan Penerapan Permenhub Nomor 92 Tahun 2018 bertempat di Hotel Novotel Yogyakarta (1/11).

Lebih lanjut Erlien menyebutkan bahwa Penerapan Asas Cabotage selain telah memberikan dampak yang signifikan pada investasi di bidang pelayaran dan sektor terkait lainnya, juga menjadi penjaga kedaulatan negara. Untuk itu, asas cabotage perlu kita jaga dan diperkuat untuk Indonesia. 

“Setiap kebijakan yang dikeluarkan baik di tingkat pusat maupun daerah yang berkaitan dengan transportasi laut harus mengedepankan kebijakan asas cabotage, terutama yang terkait perbaikan iklim investasi ataupun kemudahan berbisnis," kata Erlien.

Lebih jauh Erlien mengatakan bahwa seiring dengan berjalannya waktu dan adanya tuntutan kebutuhan, dalam penerapan azas cabotage maka saat ini Kementerian Perhubungan telah menghapus diskresi izin penggunaan kapal asing yang spesifikasinya mampu dipenuhi dari dalam negeri sehingga sekarang perusahaan angkutan laut nasional dapat menggunakan kapal asing untuk melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang di perairan Indonesia. 
IMG-20181101-WA0062.jpg
Adapun hal tersebut dapat dilakukan sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia serta kapal asing tersebut telah memiliki persetujuan penggunaan kapal asing yang ditetapkan dari Menteri Perhubungan.

“Penghapusan diskresi ini juga dikuatkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2018 tentang Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan/atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri’ kata Erlien.
 
Menurut Erlien sesuai peraturan Menteri Perhubungan tersebut kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh kapal asing yang melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri yang meliputi kegiatan survey minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai, pengerukan, salvage dan pekerjaan bawah air, kapal pembangkit listrik (floating power plant), dan kapal konstruksi pembangunan dermaga.

“Kementerian Perhubungan selaku regulator berkomitmen untuk terus mendorong sekaligus mengawasi implementasi asas cabotage agar industri pelayaran terus berkembang menjadi industri yang tangguh dan mandiri serta memiliki daya saing baik di dalam maupun luar negeri,” jelas Erlien.

*Serah Terima Taruna Praktek Laut Kepada Nakhoda Kapal Asing Cable Laying Vessel Teleri*

Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan juga melaksanakan serah terima Taruna Praktek Laut kepada Nakhoda kapal asing Cable Laying Vessel TELERI di Perairan Weleri, Jawa Tengah. 

"Adapun Taruna Praktek Laut yang akan melaksanakan praktek laut di atas kapal Cable Yaing Vessel TELIRI adalah taruna dari jurusan Nautika dan Teknika Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar," ujar Erlien.

Hal tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2018 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemeberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri Yang Tidak Melakukan Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri, di mana pada pasal 4 ayat (1) dipersyaratkan agar pemilik kapal bersedia menerima Taruna Praktek Laut.

"Ini merupakan pertama kalinya Ditjen Perhubungan Laut cq. Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut mengimplementasikan syarat Izin Pengoperasian Kapal Asing (IPKA) dimana kapal asing yang mendapatkan izin harus menerima cadet dari lembaga pendidikan pelayaran Indonesia," tutup Erlien.


  • berita




Footer Hubla Branding