YOGYAKARTA (7/2) – Dalam forum internasional, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan telah berperan aktif dan menjadi focal point pada pertemuan-pertemuan di bidang transportasi, termasuk kerja sama di wilayah sub regional seperti The Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).
Demikian disampaikan oleh Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Capt. Wisnu Handoko saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kerja Sama Bidang Transportasi di Wilayah Sub Regional yang dilaksanakan di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Kamis (7/2).
“Selama ini Kementerian Perhubungan memiliki peran penting dalam kerja sama sub regional dengan Negara-negara tetangga, termasuk di bidang angkutan laut dalam rangka kerja sama IMT-GT dan BIMP-EAGA,” ujar Capt. Wisnu.
Adapun wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari kerja sama IMT-GT mencakup 10 provinsi di Sumatera dan Kepulauan Riau, sedangkan kerja sama BIMP-EAGA mencakup 15 provinsi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Wisnu menuturkan, IMT-GT dibentuk pada tahun 1993 dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara IMT-GT.
“Melalui kerja sama ini, sektor swasta terus didorong menjadi engine of growth,” kata Wisnu.
Pada kesempatan tersebut, Wisnu juga menjelaskan beberapa potensi kerja sama angkutan laut di wilayah sub regional, salah satunya tentang rencana implementasi konektivitas laut RORO rute Dumai – Malaka.
“Rencana implementasi konektivitas laut RORO rute Dumai – Malaka direncanakan akan diresmikan pada kuartal 1 tahun 2019 dengan diawali penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Malaysia, sambil keduanya mempersiapkan kesiapan infrastruktur dan regulasi,” urai Wisnu.
Menurutnya, walaupun telah terbentuk konektivitas angkutan darat antara Malaysia dan Thailand dalam mendukung perdagangan lintas batas, namun pelayanan bea cukai ataupun perizinan terkait masih ditemui beberapa kendala, khususnya di perbatasan Malaysia Utara dan Thailand Selatan.
“Hambatan yang sama juga mungkin saja terjadi antara Indonesia dan Malaysia dalam implementasi Dumai – Malaka. Misalnya dalam hal birokrasi lintas batas yang rumit, SOP Customs, Immigration, Quarantine and Security (CIQS) yang belum jelas, dan belum adanya peraturan yang mengatur tentang transportasi darat di wilayah IMT-GT yang belum terharmonisasi dan belum berstandar,” jelas Wisnu.
Untuk itu, dibutuhkan adanya pengaturan yang praktis yang mudah dimengerti dalam penggunaan jalur Dumai – Malaka, misalnya pengaturan tentang CIQS, ketentuan dan aturan tentang kendaraan truk, kendaraan pribadi, dan kendaraan komersil (bus pariwisata) untuk penumpang dan barang bawaannya atau kargo.
Lebih lanjut Wisnu mengungkapkan, saat ini Indonesia tengah mempersiapkan implementasi rute Dumai-Malaka.
“Dari segi kesiapan kapal, PT. ASDP telah menyiapkan 2 (dua) unit kapal ferry yang disesuaikan dengan spesifikasi Terminal A Pelindo I, yaitu KMP. Jatra I dan KMP. Jatra II,” tuturnya.
Sementara untuk kesiapan pelabuhan, terdapat beberapa pilihan dermaga terminal penumpang yang akan digunakan, yaitu dermaga A yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo I Cabang Dumai atau menggunakan Terminal Bandar Sri Junjungan yang dikelola Pemerintah Kota Dumai, yang hasilnya nanti akan ditentukan melalui assessment terhadap kemampuan fasilitas dermaga dan terminal.
“Begitupun dengan kesepakatan digunakannya SOP CIQS yang akan diterapkan oleh Indonesia dan Malaysia di masing-masing pelabuhan. Pemerintah telah meminta agar masing-masing Kementerian/Lembaga di Indonesia menyampaikan tentang SOP masing-masing,” tambah Wisnu.
Selain IMT-GT, Indonesia juga aktif dalam forum kerja sama BIMP-EAGA yang dibentuk secara resmi pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 di Davao City, Filipina pada tanggal 26 Maret 1994. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA, di mana para pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak kerja sama dimaksud sedangkan Pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator.
“Beberapa kerja sama angkutan laut antara Indonesia dengan Negara BIMP-EAGA antara lain pelayaran RORO rute Dumai-Tanjung Bruas, rencana pengoperasian pelayaran rute Kudat-Pahlawan, pelayaran Bitung – Davao/General Santos serta kerja sama lainnya,” tutup Wisnu.
Sebagai informasi, dalam FGD ini menghadirkan keynote speaker Alternate Senior Official BIMP-EAGA Raldi Koestoer yang juga menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Utama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Adapun bertindak sebagai pembicara pada sesi I antara lain Sekretaris Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kasubdit Hubungan Organisasi Pemerintah & Internasional Kementerian Pariwisata, dan Executive Secretary BIMP-EAGA Manado. Sedangkan pada sesi II menghadirkan pembicara dari Kementerian Perhubungan yaitu Kepala Pusat Fasilitasi Kemitraaan dan Kelembagan Internasional, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut, Kasubdit Angkutan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat, serta Kepala Seksi Angkutan Udara Niaga Berjadwal.