LONDON (17/1) - Pemerintah Indonesia menggalang dukungan terhadap pengesahan atas pengajuan bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok oleh negara-negara anggota International Maritime Organization (IMO) di sela-sela Sidang IMO Sub Committee Navigation, Communication Search and Rescue (NCSR) ke-6 pada hari ini Kamis (17/1) di Markas Besar IMO di London.
Penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini sangat penting karena berkaitan erat dengan terwujudnya keselamatan pelayaran di alur laut untuk lalu lintas pelayaran Internasional khususnya yang melewati Selat Sunda dan Selat Lombok.
Jika pengajuan TSS di kedua selat dimaksud dapat ditetapkan oleh IMO maka Indonesia akan menjadi negara pertama yang mengajukan TSS di Alur Laut Kepulauan dan ini merupakan bukti kesungguhan dan peranan Indonesia dalam ikut mewujudkan keselamatan pelayaran dunia.
Untuk itu, Direktur kenavigasian, Basar Antonius sebagai ketua Delegasi Indonesia mengatakan dukungan negara anggota IMO sangat perlu untuk mendukung penetapan TSS di kedua selat dimaksud.
"Indonesia memiliki kepentingan terbesar pada Sidang NCSR ke-6 terkait dengan submisi Indonesia mengenai proposal pengajuan TSS Selat Sunda dan Selat Lombok. Mengingat rencana penetapan TSS akan menjadi perhatian dari seluruh negara anggota IMO dikarenakan Indonesia akan menjadi negara pertama yang mengajukan TSS di Alur Laut Kepulauan, maka diperlukan dukungan negara anggota IMO," ujar Basar Antonius di acara Coffe Break yang disponsori oleh Indonesia.
Adapun Indonesia memanfaatkan sesi coffee break di sela Sidang NCSR ke 6 tersebut sebagai sarana promosi dan penggalangan dukungan dari seluruh negara anggota IMO dengan pemutaran video TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, pembagian leaflet TSS Selat Sunda dan Selat Lombok serta penyiapan souvenir berupa kopi khas Indonesia yang telah disiapkan oleh Delegasi Indonesia.
Para delegasi dari negara anggota IMO terlihat antusias dengan bersama-sama menyimak video TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok sambil menikmati kopi dan makanan kecil yang telah disiapkan oleh Indonesia. Beberapa diantaranya meminta informasi lebih lanjut mengenai TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Sebelumnya, Indonesia juga melakukan pendekatan kepada negara-negara ASEAN yaitu Singapura, Pilipina, Malaysia dan Thailand guna meminta dukungannya terhadap proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Basar menjelaskan bahwa penetapan TSS di selat Lombok dan selat Sunda , menurut Basar diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan cukup ramai lalu lintasnya tersebut.
"Dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis danukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya," ujar Basar.
Selat Sunda, lanjut Basar adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang.
Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.55/Kpts-II/1993.
“Di Selat Sunda juga terdapat 2 gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran,” tambah Basar.
Sistem rute yang diusulkan pada Selat Sunda ini adalah untuk membangun TSS baru, Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones (Eastern inshore traffic zone and Western inshore traffic zone) di Selat Sunda yang terletak di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.
Sistem rute yang diusulkan pada Selat Lombok adalah untuk membentuk TSS baru, dua Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones di Selat Lombok yang berlokasi di Pulau Bali dan Pulau Lombok.
Basar menjelaskan, bahwa pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary area pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.
Selain itu, penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda ini dapat berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan kedua Selat tersebut.
"Keputusan apakah pengajuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok dapat diterima oleh IMO, hasilnya dapat dilihat di hari terakhir sidang NCSR ke 6 ini," tutup Basar.
Sebagai informasi, Sidang Sub-Komite NCSR ke-6 berlangsung pada tanggal 16 s.d. 25 Januari 2019 bertempat di Kantor Pusat IMO di London, Inggris.
Sidang tersebut membahas hal-hal yang terkait kenavigasian dan komunikasi pelayaran, termasuk analisis dan persetujuan atas ships routeing measures and ship reporting systems, persyaratan pengangkutan dan standar performa peralatan kenavigasian dan telekomunikasi, sistem long-range identification and tracking (LRIT) dan pengembangan e-navigation, dan juga yang terkait dengan pencarian dan pertolongan serta Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS).
Adapun delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Basar Antonius dengan anggota delegasi berasal dari Kemenkomaritim, Kementerian Perhubungan, Mabes AL, Pushidros AL, perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Atase Perhubungan RI di London dan akademisi ITS.