BANDUNG (26/9) – Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) memperketat pengawasan dan penanganan barang berbahaya di Pelabuhan untuk memastikan keselamatan pelayaran.
Syahbandar atau petugas KPLP harus melakukan pengawasan dan penanganan barang berbahaya sebagai salah satu tugas yang diemban oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Penanganan barang berbahaya juga termasuk proses bongkar muat dari dan ke kapal yang juga harus menjadi perhatian dari Syahbandar atau petugas KPLP di lapangan agar keselamatan dan keamanan pelayaran dapat terwujud.
"Pemerintah terus meningkatkan pengawasan dan penanganan kegiatan barang berbahaya baik di pelabuhan maupun di kapal. Ditjen Perhubungan Laut juga menekankan pentingnya pengawasan bongkar muat barang berbahaya di kapal yang dituangkan dalam Telegram Ditjen Perhubungan Laut No.20/II/DN-18 tanggal 27 Februari 2018 perihal Peningkatan Pengawasan Terhadap Kegiatan Bongkar Muat Barang Berbahaya di Kapal," ujar Kasubdit Tertib Berlayar, Capt. Purgana yang mewakili Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai saat pembukaan acara Bimbingan Teknis Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Barang Berbahaya di lingkungan Ditjen Hubla tahun 2018 di Hotel De'Paviljoen, Bandung hari ini (26/9).
Lebih lanjut, dikatakan Capt. Purgana bahwa para Syahbandar harus meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap penanganan barang berbahaya sebagaimana tercantum dalam IMDG Code. Selain itu, para Syahbandar juga wajib memberikan sosialisasi terhadap perusahaan bongkar muat Barang Berbahaya secara berkala.
Capt. Purgana menjelaskan, bahwa Ditjen Hubla cq. Dit. KPLP merasa perlu meningkatkan penanganan barang berbahaya sesuai ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan pada International Maritime Dangerous Good Code (IMDG Code) di pelabuhan untuk lebih menjamin keselamatan pelayaran. Penanganan barang-barang yang termasuk barang berbahaya sesuai IMDG Code antara lain packaging, marking, labelling dan stowage.
"Proses awal yang dilakukan bersamaan dengan embarkasi penumpang untuk kapal Roro sebelum kelaiklautan kapalnya adalah identifikasi barang berbahaya yang akan dimuat terutama muatan di atas mobil truk yang proses stuffingnya tidak diawasi oleh pihak syahbandar yang mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), ini salah satu permasalahan yang harus diselesaikan," kata Capt. Purgana.
Menurut Capt. Purgana, pemahaman terkait aturan kegiatan penanganan barang berbahaya ini harus dimengerti dan dipahami, bukan hanya oleh petugas KPLP, namun juga seluruh stakeholder/pengguna jasa guna mewujudkan keselamatan pelayaran yang merupakan salah satu parameter dari terwujudnya cita-cita Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
“Para petugas yang profesional harus paham akan sifat atau karakteristik setiap produk/muatan yang termasuk kategori dangerous seperti bahan peledak, gas, racun , radio aktif dan lain lain, karena kesalahan dalam penanganan muatan berbahaya akan berakibat fatal bagi personil kapal dan lingkungan,” tutup Capt. Purgana.
Sebagai informasi, Bimbingan Teknis Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Muatan Barang Berbahaya dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari tanggal 25 s.d. 28 September 2018 dengan para peserta berasal dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut.
Kegiatan Bimbingan Teknis tersebut melibatkan para tenaga ahli di bidang penanganan barang berbahaya, dan akan membantu meningkatkan kompetensi para Syahbandar dalam penanganan barang berbahaya di pelabuhan.
Materi yang dipelajari salah satunya adalah update pedoman-pedoman penanganan barang berbahaya yang sudah ada dengan ketentuan-ketentuan baru yang dipersyaratkan dalam IMDG-Code yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organization) dan diperbaharui setiap 2 tahun sekali.