BALI (14/8) - Dalam rangka meningkatkan keselamatan maritim, khususnya Keamanan Pelabuhan, Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerjasama dengan Pemerintah Australia melalui Aviation and Maritime Security, Australia Department of Home Affairs menyelenggarakan The Port Security Regulatory Deep Dive Group Discussion di Hotel Anvaya, Bali.
Diskusi yang dihelat mulai tanggal 14 s.d. 15 Agustus 2018 ini dipimpin secara bersamaan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Junaidi dan First secretary Transport (Attache Transport) - Aviation Maritime Security, Departemen of Home Affairs, David Scott, serta menghadirkan narasumber expert dari Arup Consultant Australia, Mr. Ross Newcombe and Mr. Jonathan Farley. Adapun peserta diskusi berasal dari Kantor Kesyahbandaran Kelas Utama Tanjung Priok, Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Benoa serta perwakilan dari Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.
Pada pembukaan Diskusi, Junaidi menyampaikan bahwa kerja sama dalam bidang Keamanan Maritim, khususnya Keamanan Pelabuhan antara Pemerintah Indonesia dan Australia, yang berlangsung erat selama hampir kurun waktu 10 tahun terakhir, telah memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan kapasitas sumber daya manusia baik pada tataran regulator maupun industri, dengan tema kegiatan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama antara Indonesia dan Australia.
“Terakhir, bulan Februari kemarin kita juga telah menyelenggarakan workshop yang menitikberatkan pada keamanan terminal kapal pesiar, yang berjalan dengan sukses dan mampu memberikan perspektif baru dalam hal pengaturan keamanan bagi fasilitas pelabuhan yang melayani kapal pesiar,” ujar Junaidi.
Junaidi menambahkan, bahwa dalam kegiaran Diskusi ini akan dibahas secara mendalam mengenai aturan-aturan terkait keamanan pelabuhan, meliputi law enforcement dan penalties, penanganan insiden di Pelabuhan sesuai dengan karakteristiknya, Pelatihan dan pengecekan latar belakang staf pelabuhan, serta penanganan dan penyimpanan muatan.
“Saat ini, kita akan berdiskusi bersama dalam upaya untuk meningkatkan performa keamanan pelabuhan di Indonesia, melalui penyempurnaan instrumen-instrumen peraturan yang mengatur implementasi ISPS Code khususnya untuk fasilitas pelabuhan,” jelas Junaidi.
ISPS Code atau Kode Keamanan terhadap Kapal dan Fasilitas Pelabuhan didefinisikan sebagai aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan.
Tahun ini, Indonesia telah memasuki tahun ke-14 penerapan ISPS Code. Hingga saat ini, Ditjen Perhubungan Laut telah mencatat sebanyak 367 (tiga ratus enam puluh tujuh) fasilitas pelabuhan di Indonesia secara penuh telah menerapkan ISPS Code.
Lebih lanjut, Junaidi menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya ISPS Code pada 1 Juli 2004, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Designated Authority telah mengeluarkan aturan perundang-undangan yang mengatur penerapan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan sesuai dengan ketentuan konvensi internasional tersebut.
Sesuai dengan perkembangan jaman dan dinamika keamanan secara global, peraturan-peraturan yang ada juga telah dikaji ulang untuk mengidentifikasi room for improvement atau hal-hal yang dapat kita perbaiki ataupun kembangkan.
Junaidi berharap, kegiatan diskusi dan gap analysis yang akan kita lakukan selama dua hari ke depan dapat memberikan masukan dan hasil yang maksimal untuk dapat ditindaklanjuti.
“Saya yakin bahwa best practices atau praktek-praktek terbaik yang disampaikan oleh Australia, sebagai negara yang telah diakui mempunyai Maritime Security Regime yang handal, dapat memberikan gambaran atau ide-ide peningkatan implementasi ISPS Code di Indonesia,” tutup Junaidi.