LONDON (20/2) – Indonesia mengajukan konsep penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) dan Ship Reporting System (SRS) di Selat Lombok dan Selat Sunda dalam Sidang International Maritime Organization (IMO) Sub-Committee on Navigation, Communication, Search & Rescue (NCSR) ke-5 di Markas Besar International Maritime Organization (IMO) pada tanggal 19 s.d. 23 Februari 2018 di London, Inggris.
Konsep TSS yang diajukan Indonesia tentunya menunjukan keaktifan Indonesia sebagai negara yang memiliki kedaulatan maritim dalam mencapai poros maritim dunia.
Demikian yang disampaikan Direktur Kenavigasian, Sugeng Wibowo pada hari ini (20/2) di London, Inggris.
Delegasi Indonesia diketuai oleh Staf Khusus Menteri Perhubungan bidang Organisasi Internasional, Dewa Made Sastrawan dan perwakilan dari Direktorat Kenavigasian dan Bagian Hukum & KSLN Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Atase Perhubungan RI di London, serta akademisi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya.
"Kehadiran Delri di sidang IMO ini untuk mengemban tugas memuluskan penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) atau konsep sistem rute kapal dan Ship Reporting System atau sistem pelaporan kapal di Selat Lombok dan Selat Sunda kepada IMO. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Presiden RI, Joko Widodo yang tertuang dalam nawa cita untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satunya dengan cara menunjukkan dan memperkuat kedaulatan maritim Indonesia," kata Sugeng.
Lebih lanjut, Pengajuan tersebut menunjukkan mulai aktifnya Indonesia berinisiatif menentukan rute pergerakan kapal sebagai negara yang berdaulat atas wilayah perairan lautnya sendiri berdasarkan ketentuan internasional yang berlaku.
Sugeng menambahkan bahwa pengajuan tersebut diperlukan mengingat kedua selat dimaksud merupakan jalur transportasi laut internasional yang sangat vital dan strategis serta padat. Sebagai alur pelayaran internasional, kedua selat tersebut harus terjamin keselamatan pelayarannya.
Sidang IMO Sub-Committee NCSR ke-5 sendiri dipimpin oleh chairman, Mr. R. Lakeman dari Belanda, dengan vice chairman, Mr. N. Clifford dari New Zealand yang membahas tentang semua hal yang terkait dengan kenavigasian dan telekomunikasi pelayaran, termasuk analisis dan persetujuan atas ship routeing measures dan ships reporting system; persyaratan pengangkutan dan standar performa peralatan kenavigasian dan telekomunikasi; sistem Long-Range Identification and Tracking system (LRIT); pengembangan e-navigation serta hal-hal terkait Search and Rescue (SAR) serta Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS).
Sugeng juga mengatakan bahwa rencana Pengajuan Penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda pada Sidang IMO Sub-Committee on NCSR ke-5 ini sebelumnya telah melewati beberapa kali studi, kajian, serta pembahasan dengan melibatkan Kementerian/Lembaga serta Stakeholder terkait dan melalui pertemuan Cooperative Mechanism Meeting pada Sesi Cooperation Forum (CF) ke-10 di Kota Kinabalu, Malaysia pada tanggal 2 s.d. 3 Oktober 2017, yang dihadiri oleh 3 (tiga) Negara Pantai (Singapura, Malaysia, Indonesia), beberapa Negara Anggota IMO, serta Stakeholder pelayaran Internasional pengguna Selat Malaka dan Selat Singapura.
Sugeng menjelaskan, bahwa draft proposal Information Paper Indonesia terkait dengan Pengajuan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda telah disampaikan oleh Delegasi RI di sela-sela Sidang NCSR ke-5 dan masuk sebagai Agenda 3, Routeing Measures and Mandatory Ship Reporting System, yang telah dibahas hari Senin kemarin, 19 Februari 2018.
“Dokumen sudah kita submit, dan Chairman menyampaikan apresiasi kepada Indonesia atas hal tersebut. Chairman juga telah meminta kepada semua negara Anggota IMO untuk memberikan feedback terhadap proposal kita,” jelas Sugeng.
Setelah ini, menurut Sugeng, Delegasi RI masih memiliki tugas berat untuk memastikan dan menggalang dukungan dari negara-negara Anggoa IMO terhadap proposal tersebut mengingat pentingnya penetapan TSS di kedua Selat dimaksud bagi Indonesia.
“Penetapan TSS di Selat Sunda sudah menjadi kebutuhan untuk mewujudkan keselamatan pelayaran di kawasan tersebut, mengingat kapal yang melintasi Selat tersebut sudah mencapai 50.000 kapal setiap tahunnya, yang tentunya akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian,” tambah Sugeng.
Sementara itu, Atase Perhubungan RI di London, Simson Sinaga menyatakan bahwa Pengajuan TSS di Selat Lombok dan Sunda menjadi kepentingan terbesar Indonesia pada Sidang NCSR ke-5 kali ini.
“Target kita pada Sidang ini adalah menggalang dukungan dari negara-negara anggota IMO serta Stakeholder lainnya, asehingga diharapkan Draft Penetapan TSS di kedua Selat tersebut dapat diadopsi pada Sidang IMO NCSR ke-6 tahun depan,” tegas Simson.
Untuk itu, Simson menambahkan bahwa Delegasi Indonesia juga akan melakukan pendekatan-pendekatan serta konsultasi dengan negara-negara besar pengguna Kedua Selat dimaksud, yaitu Australia, Singapura, China, Jepang dan Amerika Serikat.
Sebagai informasi, Traffic Separation Scheme (TSS) merupakan suatu skema pemisahan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal yang berlawanan arah dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit serta banyaknya hambatan bernavigasi, misalnya alur pelayaran saat memasuki pelabuhan atau selat.
Penetapan TSS tentu saja mempertimbangkan kondisi lebar alur pelayaran, dimensi kapal, serta kepadatan lalu lintas pelayaran, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 129 Tahun 2016 Tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalansi di Perairan.
Sedangkan pertimbangan dalam penentuan dan penyusunan data teknis TSS mengacu pada hasil survey bathymetri, traffic density, channel cross section and alignment, navigational traffic patterns, water and wind current, serta visibility and ship controlling yang dianalisa dan dilakukan permodelan dengan menggunakan aplikasi IALA-Waterways Risk Assessment Program (IWRAP), yang merupakan Risk Assessment Tools yang biasa digunakan oleh Negara Anggota IMO dalam mengajukan Ships’ Routeing System dan Ships’ Reporting System.
Indonesia sendiri telah menetapkan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) melintasi perairan nusantara dan laut territorial serta menetapkan Traffic Separation Scheme (TSS) serta Mandatory Straits Reporting System di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui konsultasi yang intensif dengan negara-negara maritim dan IMO.