JAKARTA (20/2) - Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut mengingatkan adanya cuaca ekstrim yang akan terjadi dalam tujuh hari kedepan melalui Maklumat Pelayaran No: 24/II/Dn-18 tanggal 19 Februari 2018.
Maklumat Pelayaran yang ditandatangani oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Capt. Jhonny R Silalahi ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Pelabuhan Batam, Kepala Kantor Unit Penyelenggaran Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia.
Capt. Jhonny menyebutkan, berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 18 Februari 2018, diperkirakan pada tanggal 18 hingga 24 Februari 2018, cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 2,5 - 4 meter dan hujan lebat akan terjadi di perairan Laut Cina Selatan bagian utara, Samudera Hindia Barat Bengkulu, Samudera Hindia Selatan Jawa Timur hingga selatan Laut Timor, Samudera Pasifik Utara Laut Kepulauan Talaud dan Timur Filipina.
"Cuaca ekstrim akan ditemui dalam beberapa hari kedepan. Untuk itu, sedini mungkin pihak terkait dalam hal ini Regulator dan Operator termasuk Nakhoda harus siap dan dapat mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim," jelas Capt. Jhonny di Jakarta.
Untuk itu, lebih lanjut dikatakan Capt. Jhonny maka dalam mencegah terjadinya kecelakaan laut, agar para kepala UPT melakukan beberapa tindakan preventif.
Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan menempelkannya di terminal penumpang.
"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Capt. Jhonny.
Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB.
Lebih lanjut Capt. Jhonny menyebutkan bahwa saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book.
"Bila kapal mendadak menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan," imbuh Capt. Jhonny.
Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.
Tak hanya kepada nakhoda, dalam Maklumat Pelayaran itu, Marwansyah menugaskan juga kepada Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik Navigasi agar seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian pada posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau kecelakaan kapal.
"Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka harus segera berkoordinasi dengan Kepala Pangkalan," tutup Capt. Jhonny.