JAKARTA (20/12) - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan cq. Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP) melaksanakan kegiatan Pembinaan dan Evaluasi Service Station Alat Keselamatan Pelayaran pada Rabu (20/12). Adapun Service Station merupakan perusahaan swasta yang diberikan kewenangan dan Sertifikat Ijin Usaha oleh BTKP untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap peralatan Keselamatan Pelayaran yg berada di atas kapal.
Kegiatan pembinaan dan evaluasi ini bertujuan untuk menilai dan mengkoreksi kinerja dan pelaksanaan perawatan dan perbaikan alat keselamatan pelayaran secara menyeluruh sehingga dapat menjadi langkah perbaikan bagi service station di masa mendatang.
Kegiatan pelaksanaan pemeliharaan, perawatan dan perbaikan terhadap alat keselamatan pelayaran merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan regulasi International Maritime Organisation (IMO) yang menyangkut tentang Keselamatan Pelayaran. Untuk itu, penangannya jangan dianggap dianggap mudah dan ringan karena apabila salah dalam menangani alat – alat keselamatan kapal maka dapat berakibat fatal karena menyangkut keselamatan jiwa di laut.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Rudiana pada saat memberikan pengarahan kepada para peserta pembinaan dan evaluasi service station alat keselamatan di Kantor BTKP Jakarta.
Rudiana menambahkan bahwa BTKP merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah selaku Regulator dalam bidang perawatan, pemeliharaan dan perbaikan alat-alat keselamatan pelayaran.
“Untuk itu saya mengimbau kepada perusahaan-perusahaan di bidang service station selaku mitra kerja BTKP agar selalu memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen serta mewujudkan persaingan yang sehat dalam pelaksanaan perawatan dan perbaikan alat-alat keselamatan pelayaran sehingga konsumen mendapatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan oleh service station,” tegasnya.
Lebih lanjut Rudiana meminta kepada BTKP untuk semakin meningkatkan peran dan menegaskan kewenangannya sehingga dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga alat-alat keselamatan pelayaran sesuai dengan standar IMO, yang pada akhirnya dapat lebih memberikan jaminan keselamatan kepada para masyarakat pengguna jasa transportasi laut.
“Pelaksanaan tugas dan fungsi (tupoksi) BTKP diatur dalam KM. 67 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja BTKP. Namun seiring dengan perkembangannya, memang sudah seharusnya KM. 67 Tahun 2002 tersebut dievaluasi dan direvisi sesuai dengan amanat Undang-Undang Pelayaran, sehingga BTKP dapat lebih memaksimalkan tupoksinya menjadi lebih baik,” jelas Rudiana.
Lebih dari itu, lanjut Rudiana, pelaksanaan kegiatan perawatan dan perbaikan alat keselamatan pelayaran tidak terlepas dari peran serta Kesyahbandaran Utama/KSOP/dan UPP di seluruh wilayah di Indonesia terutama dalam hal pengawasan kegiatan yang dilaksanakan oleh Marine Inspector sehingga diperlukan profesionalitas dan komitmen dari para petugas pengawas untuk menegakan keselamatan pelayaran tanpa kompromi.
“Selaku regulator, kita harus terus berkomitmen untuk mengutamakan aspek keselamatan tanpa adanya kompromi karena keselamatan pelayaran adalah mutlak dan menjadi tanggungjawab semua pihak,” tutup Rudiana.
Penggunaan alat keselamatan yang bersertifikat merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi oleh para operator dan pemilik kapal. Walaupun tidak pernah ada yang berharap akan terjadinya kecelakan laut, namun sebagai langkah antisipasi alat-alat keselamatan harus tetap dipersiapkan sesuai dengan standar keselamatan. Adapun alat keselamatan yang bersertifikat belum tentu mahal harganya bahkan ada yang lebih murah daripada yang tidak bersertifikat, namun kualitasnya akan terjamin serta memiliki kelebihan masa pakai lebih bertahan lama, nyaman, dan tidak berbahaya karena sudah melalui proses approval dan pengujian sesuai dengan standar Life Saving Appliance (LSA) Code.