JAKARTA (26/9) – Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, pembangunan infrastruktur pelabuhan menjadi mutlak dilakukan, untuk mendukung konektivitas maritim sekaligus menjadi tulang punggung aktifitas perekonomian bagi masyarakat di seluruh pelosok nusantara.
Untuk itu diperlukan kebijakan integrasi, serta pengembangan kawasan dan infrastruktur, yang diharapkan dapat menurunkan biaya logistik nasional, memperbaiki konektivitas, dan menyeimbangkan arus perdagangan antara Indonesia Barat dan Timur.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Laut R. Agus H. Purnomo mewakili Menteri Perhubungan sebagai keynote speaker pada International Conference on Port, Shipping and Maritime Logistics di Hotel Bidakara Jakarta, hari ini (26/9), yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Indonesia Terpilih Tahun 2019-2024 Prof. Dr (H.C) KH Ma’ruf Amin.
Dalam acara yang diinisiasi oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut, Dirjen Agus mengatakan bahwa pada tahun 2018, Indeks Performa Logistik atau Logistics Performance Index (LPI) Indonesia menempati posisi 46 dengan skor 3,15. Posisi ini naik dari peringkat sebelumnya pada tahun 2016, yaitu posisi ke-63 dengan skor 2,98. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan kualitas infrastruktur Indonesia yang juga mengalami kenaikan.
“Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan selama kurun waktu empat tahun terakhir, terbukti memberikan dampak yang positif yang diyakini mampu meningkatkan daya saing Indonesia dan mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Dirjen Agus.
Namun di sisi lain, sebagai negara maritim terbesar, kontribusi sektor maritim terhadap perekonomian Indonesia masih rendah. Menurut data BPS 2018, kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional masih berada di bawah 15 %, atau hanya sekitar 13,32 persen.
Karenanya, Pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai langkah konkrit, untuk meningkatkan perekonomian nasional melalui transportasi laut. Salah satunya dapat terlihat dengan adanya peningkatan volume ekspor dan impor barang dalam kurun waktu 4 tahun terakhir melalui 4 (empat) Pelabuhan Utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan Pelabuhan Makassar.
“Hal tersebut tentunya harus didukung juga oleh kebijakan yang menunjang kemudahan dalam berinvestasi, antara lain deregulasi perizinan dan implementasi Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS),” kata Dirjen Agus.
Di sinilah Pemerintah perlu menetapkan program dan kebijakan pembangunan sektor kelautan yang terarah, tepat sasaran dan kebijakan pembangunan sektor maritim Indonesia yang mampu mengkonsolidasikan program-progam pembangunan kelautan yang telah ada.
“Kebijakan tersebut tercermin dalam arah kebijakan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana isu infrastruktur konektivitas laut dan antarmoda masih menjadi fokus kerja Kementerian Perhubungan,” ungkap Dirjen Agus.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen Agus juga menyampaikan tentang program angkutan barang tol laut, di mana pada tahun 2019 terdapat 20 trayek tol laut, yang diharapkan dapat mengurangi disparitas harga, khususnya di wilayah timur Indonesia.
“Pemerintah juga hadir untuk melayani masyarakat yang hampir tak tersentuh kapal komersil, yakni melalui 113 trayek penyelenggaraan angkutan perintis pada tahun 2019, penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) atau subsidi bagi kapal penumpang PT. Pelni sebanyak 26 kapal, dan penyelenggaraan angkutan ternak yang telah berjalan di 6 (enam) trayek,” jelasnya.
Selain itu, Kemenhub juga telah mengembangkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan atau EcoPort, di mana pada operasional pelabuhan diterapkan teknologi ramah lingkungan serta pengunaan teknologi digital untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi operasional pelabuhan, seperti Inaportnet dan E-Ticketing penumpang.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt. Wisnu Handoko saat menjadi narasumber mengatakan, Pemerintah saat ini ingin membangun Indonesia ini dari pinggiran, dari tempat-tempat terpencil atau perbatasan.
Capt. Wisnu memaparkan beberapa langkah strategis yang harus dilakukan Ditjen Perhubungan Laut dalam meningkatkan konektivitas maritim. Pertama adalah membangun moda transportasi yang terintegrasi. Karena apa artinya hanya membangun jalur laut, membangun pelabuhan, membangun kapal, tetapi tidak terkoneksi dengan moda yang lain karena negara kita ini ada juga yang di pedalaman.
Lebih lanjut Capt. Winsu menjelaskan, langkah berikutnya adalah mengakselerasi multimoda yang ada, mendorong Pemda untuk bersama-sama membangun industri dan produknya bisa dikirim ke luar daerah, mengintegrasikan pelabuhan di Indonesia, membangun infrastruktur dan teknologi informasi hingga penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan.
“Tantangan ke depan adalah bagaimana mempersiapkan sumber daya maritim dan sumber daya manusia yang kita miliki, karena salah satu komponen penting di dalam memajukan industri maritim adalah sumber daya maritimnya,” pungksnya.