JAKARTA (11/8) - Penanganan kebocoran gas dan tumpahan minyak dari anjungan yang dioperasikan PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) terus intensif dilakukan. Hari ini, Minggu (11/8), Oil Boom telah digelar sepanjang 8.605 meter untuk menghalau tumpahan minyak di perairan dan di pesisir pantai Utara Jawa.
Selain itu, sebanyak 3.116 personil di darat dan laut serta 46 unit kapal telah dikerahkan untuk menangani kebocoran gas dan tumpahan minyak tersebut.
Demikian yang disampaikan oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Kepulauan Seribu selaku Mission Coordinator (MC) Tier 1, Capt. Herbert Marpaung saat memberikan update penanganan kebocoran gas dan tumpahan minyak dari anjungan yang dioperasikan PHE ONWJ yang terjadi awal Juli 2019 lalu.
Capt. Herbert menjelaskan bahwa Oil Boom yang digelar tersebut tersebar di sejumlah titik. Di perairan, PHE ONWJ menggelar 4.200 meter static oil boom di lapis pertama dan 400 meter di lapis kedua.
"Selain itu, PHE ONWJ juga menempatkan 400 meter moveable oil boom, dan ditambah bantuan 700 meter oil boom di FSRU Nusantara Regas. Untuk di pesisir, PHE ONWJ menggelar 2.905 meter oil boom yang tersebar di 6 lokasi, yaitu Cemara Jaya, Sedari, Tambak Sari, Tanjung Pakis, Pantai Bakti, dan Sungai Buntu," jelas Capt. Herbert.
Capt. Herbert mengatakan selaku MC Tier 1, ia dan jajarannya terus melakukan pengawasan dan memantau setiap pergerakan dari tim penanggulangan tumpahan minyak di lapangan serta memonitor laporan berkala yang dikirimkan oleh PHE ONWJ setiap harinya.
Menurut Herbert, PHE ONWJ didukung oleh 3.116 personil yang terbagi dua kelompok yaitu 932 personil bertugas di perairan dan 2.184 bertugas di daratan. Dukungan personil ini terdiri dari elemen Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut, Oil Spill Combat Team (OSCT), TNI/Polri, dan elemen masyarakat sekitar.
Adapun operasi pembersihan tumpahan minyak di perairan didukung dengan 46 unit kapal dimana 7 unit kapal diantaranya bertugas untuk oil combat. Selebihnya bertugas untuk pengejaran dan pengepungan
minyak yang tercecer, pengangkut tumpahan minyak, patroli, dan siaga back up pemadam kebakaran.
"Untuk penanganan aspek masyarakat,
Sudah ada 5 posko medis di Cemara Jaya, Sungai Buntu, Sedari, Tambak Sari, Muara Beting. Posko tersebut didukung 5 orang dokter, 35 tenaga medis, dan diperkuat dengan 5 unit ambulance yang dilengkapi dengan peralatan medis dan obat-obatan. Ambulance tersebut siaga di Cemara Jaya, Sungai Buntu, Sedari, Tambak Sari, dan Muara Beting," jelas Herbert.
Sedangkan di Kepulauan Seribu, menurut Capt. Herbert sudah menempatkan 1 tim medis yang terdiri dari 1 orang dokter dibantu 2 tenaga medis dan perahu ambulance bekerjasama dengan puskesmas Pulau Tidung dan Pulau Lancang.
Posko kesehatan tersebut telah melakukan pengawasan kesehatan, pemeriksaan, dan pengobatan untuk sekitar 500 orang warga masyarakat sesuai data pemeriksaan harian per 10 Agustus 2019.
Capt. Herbert menjelaskan bahwa sesuai Perpres No. 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut disebutkan bahwa penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Dalam rangka kesiagaan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak tier 1, Tim Lokal Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut dalam hal ini PHE ONWJ wajib berkoordinasi dengan KSOP terdekat dalam hal ini KSOP Kepulauan Seribu.
"Dalam hal tumpahan minyak yang terjadi masuk dalam kategori tier 1, Tim Lokal tersebut wajib segera melakukan operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut, dan melaporkannya secara rutin kepada KSOP Kepulauan Seribu selaku Koordinator Misi atau Mission Coordinator (MC) tier 1," tutup Herbert.