SINGAPURA- Tiga negara pantai (littoral state) yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura menyepakati peningkatan pelayanan lalu lintas keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura dalam sidang the 10th Marine Electronic Highway Working Group (MEHWG) dan the 6th Hydrographic Survey Technical Working Group (HSTWG) pada tanggal 12 - 14 Juli 2017 di Singapura.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Distrik Navigasi Tanjung Pinang, Raymond Sianturi sebagai Ketua Delegasi (Head of Delegation) Indonesia seusai menghadiri sidang the 10th MEHWG dan the 6th HSTWG dimaksud.
Menurut Raymond, peningkatan keselamatan pelayaran dilakukan melalui penguatan kembali peran dan pelayanan Marine Electronic Highway (MEH) Data Center Batam yang mengintegrasikan berbagai data meteorologi, hidrografi dan oceanografi dari masing-masing MEH Station ke-3 Negara Pantai yang terhubung dengan sejumlah sensor dan perangkat surveillance di sepanjang Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Malaka dan Selat Singapura.
Lebih lanjut Raymond menyebutkan bahwa penguatan pelayanan ini dilakukan melalui sejumlah langkah strategis, antara lain melalui perumusan konsep MEH masa depan terkait dengan perkembangan teknologi, standar serta regulasi di bidang keselamatan pelayaran, mendorong partisipasi lalulintas / industri pelayaran dan asosiasi perkapalan, menggalang dukungan International Maritime Organization (IMO), negara pengguna dan para pengguna Selat Malaka dan Selat Singapura dengan memanfaatkan sidang Cooperation Forum (CF) dan Tripartite Technical Experts Group (TTEG) for Safety Navigation & Environment Protection in the Straits of Malacca & Singapore.
"MEH merupakan hasil kerjasama IMO dan Indonesia guna meningkatkan perlindungan lingkungan maritim melalui pelayanan lalulintas pelayaran. MEH Data Center sebagai pusat penyimpanan serta distribusi data dan informasi berada di lokasi Vessel Traffic Services (VTS) Batam," ujar Raymond.
Adapub MEH di Indonesia secara resmi diserahterimakan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tahun 2011 oleh Sekretaris Jenderal IMO, Koji Sekimizu saat itu yang merupakan sebuah terobosan di bidang keselamatan pelayaran untuk pertama kali di dunia diterapkan di Selat Malaka & Selat Singapura dalam kerangka kerjasama ke-3 negara pantai.
Raymond menuturkan bahwa sejak tahun 2014, melalui forum TTEG di Langkawi Malaysia, Indonesia telah menggagas pandangan tentang masa depan pelayanan MEH.
"Melanjutkan gagasan tersebut, ke-3 negara pantai berhasil mencapai kesepakatan dalam the 10th MEHWG tahun ini, mengenai langkah-langkah strategis yang akan dilakukan. Hal ini merupakan capaian yang sangat baik," ujar Raymond.
Disamping pembahasan MEH tersebut, di tempat yang sama juga dilakukan pertemuan 6th HSTWG oleh ke-3 Negara Pantai bersama Malacca Straits Council (MSC) Jepang. Pertemuan ini membahas rencana kelanjutan pelaksanaan 4th Nation Joint Resurvey di Selat Malaka dan Selat Singapura. Survei ulang ini meliputi survei batimetri dan pengamatan pasang-surut di sejumlah area yang dilaksanakan dalam rangka melakukan pemutakhiran terhadap peta laut dan peta elektronik (nautical chart & electronic nautical chart) perairan di sepanjang TSS Selat Malaka dan Selat Singapura yang memiliki panjang alur 260 Nautical Miles. Dalam pertemuan ini berhasil diselesaikan Draft Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding / MOU) antara ke-4 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura dan Jepang) tentang 4 Nations Joint Resurvey dimaksud yang rencananya akan ditandatangani pada bulan Oktober mendatang di Kota Kinabalu Malaysia.
"Kami telah menyepakati 47 area yang akan disurvei baik secara bersama maupun oleh masing-masing negara pantai dengan dukungan MSC Jepang. 15 area survei berada di wilayah perairan Indonesia, 23 area di Malaysia dan 3 area di Singapura. Survei ke 41 area ini akan dilaksanakan oleh masing-masing negara pantai di wilayah masing-masing dengan dukungan MSC Jepang sedangkan survei pada 6 area perairan lainnya akan secara bersama-sama (4 Nations Joint Survey) oleh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Jepang (MSC)," kata Raymond.
Dijelaskan bahwa disamping aspek hidrografi dan kondisi perairan, dalam penentuan area survei juga harus diperhatikan kemajuan pelaksanaan dan posisi Indonesia dalam perundingan batas laut dengan negara-negara tetangga agar tidak menimbulkan ekses yang merugikan bagi kepentingan teritorial Indonesia.
Rencananya, survei ini dilaksanakan dengan dukungan Asean melalui Japan Asean Integration Fund (JAIF) dan akan diselesaikan pada tahun 20
20.
Dalam kedua pertemuan dimaksud, Delegasi Singapura dipimpin oleh Dr. Parry Oei (Singapore Chief Hydrography MPA Singapore) yang merupakan Chairman Marine Electronic Highway Working Group (MEHWG) , Malaysia dipimpin oleh Abdul Madjid selaku Chairman Hydrographic Survey Technical Working Group (HSTWG).
Sebagai informasi, perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di kawasan Asia Tenggara. Kawasan sepanjang 550 mil laut itu salah satu jalur laut sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya.
Berdasarkan data statistik tercatat sekitar 70 sampai dengan 80 ribu kapal per tahun menggunakan jalur ini, baik itu kapal kargo maupun kapal tanker, yang berlayar melintasi Selat ini. Selat malaka dan Selat Singapura merupakan jalur laut penghubung Eropa dan Timur Tengah ke Asia Pasifik. Melalui Selat Malaka dan Selat Singapura, komoditi minyak mentah sekitar 15,2 juta barrel / hari dan LNG sekitar 4,2 juta TCF/tahun. (US Energy Information and Administration, 2015). Kondisi tersebut menjadikan Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi salah satu selat tersibuk di dunia.