J A K A R T A – Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menunjukkan komitmennya terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan pelaut dengan menyelenggarakan Workshop on Implementation of the Maritime Labour Convention pada tanggal 27 s.d. 28 Juli 2017 di Hotel Merlynn Park, Jakarta.
Workshop ini diselenggarakan di bawah kerangka kerjasama antara Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan Maritime and Port Authority of Singapore (MPA Singapore), yang tertuang dalam hasil pertemuan the 10th Meeting of DGST-MPA Singapore Training MoU yang diadakan di Bali pada tanggal 3 s.d. 4 November 2016 lalu.
"Workshop ini merupakan salah satu program pelatihan yang bertujuan memberikan pengetahuan mengenai pendekatan praktis dalam menginterpretasi dan menerapkan MLC 2006 serta membahas bagaimana para pemangku kepentingan dapat mengimplementasikan konvensi dimaksud secara efektif," ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Rudiana saat membuka workshop dimaksud hari ini (27/7).
Adapun workshop diikuti oleh 25 orang peserta dari kantor pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, kantor Kesyahbandaran Utama, kantor Otoritas Pelabuhan Utama, kantor Pelabuhan Batam, serta kantor KSOP Kelas I yang memiliki kualifikasi sebagai marine inspector atau port state control officer yang bertugas kurang lebih selama 5 (lima) tahun.
"Untuk mendalami lebih jauh tentang MLC ini, Singapura mengirimkan 2 (dua) orang expert dari Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) selaku narasumber untuk bertukar informasi bagaimana menginterpretasi dan mengimplementasikan MLC 2006 dan mendiskusikan apa yang harus dipersiapkan para stakeholders dalam mematuhi ketentuan dalam konvensi tersebut," kata Capt. Rudiana.
Lebih lanjut, Capt. Rudiana menyebutkan bahwa melalui workshop ini, peserta dapat mengetahui tentang gambaran umum MLC, tanggung jawab pemilik kapal, sertifikasi dan dokumen di atas kapal, serta ketentuan-ketentuan bagi flag sate control dan port state control.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono, menjelaskan bahwa penyelenggaraan workshop tersebut sangatlah penting, mengingat Indonesia telah meratifikasi Maritime Labour Convention 2006 pada tahun 2016 melalui UU No. 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention 2006.
“Sebagai negara dengan 70.000 pelaut yang melayani pelayaran internasional, penting bagi kita sebagai administrator maritim untuk mendalami dan memahami Konvensi yang mengatur tentang kesejahteraan dan perlindungan terhadap pelaut ini,” ujar Tonny.
Tonny juga mengatakan bahwa dalam kerangka kerjasama Ditjen Perhubungan Laut dan MPA Singapura sangatlah penting untuk menggali ilmu dan pengalaman dari Singapura, yang telah meratifikasi konvensi ini sejak tahun 2013.
Sebagai informasi, Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006) ialah Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006 yang diadopsi oleh International Labour Organization (ILO) untuk menciptakan suatu instrumen tunggal yang memuat semua prinsip dan standar ketentagakerjaan internasional yang berlaku di industri pelayaran, untuk selanjutnya dapat diratifikasi oleh negara anggota. MLC 2006 menjadi pilar ke 4 (empat) melengkapi 3 (tiga) pilar yang telah dihasilkan International Maritime Organization (IMO) sebelumnya yaitu Safety of Life of the Sea (SOLAS, 1974), Marine Pollution (MARPOL, 1973/78) dan Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW,1978) Annex III, IV dan VI diadopsi oleh IMO.
Berdasarkan Pasal VIII dari MLC 2006 mensyaratkan bahwa konvensi ini akan berlaku di semua negara anggota ILO pada waktu 1 (satu) tahun setelah konvensi ini diratifikasi oleh 30 negara angggota dengan total tonase kapal dunia mencapai 33%. Setelah persyaratan ini terpenuhi pada 20 agustus 2013 dan jumlah tonase kapal telah mencapai 58.65%, maka MLC 2006 berlaku secara efektif untuk semua Negara anggota ILO pada tanggal 20 Agustus 2014.
Terkait dengan hal tersebut, Indonesia sebagai flag state, port state dan littoral state memiliki kebutuhan, kepentingan dan tanggung jawab untuk memenuhi semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam MLC, 2006. Dalam hal ini sebagai flag state artinya Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memastikan penerapan ketentuan-ketentuan pada kapal dengan benderanya, sementara port state, Indonesia diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan tergantung pada keberadaan “certificate of maritime compliance”.