BATAM - Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara. Kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono menyebutkan bahwa dari data yang ada pada Kementerian Perhubungan terdapat sekitar 70 sampai dengan 80 ribu kapal pertahun baik itu kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar melintasi Selat ini.
Hal tersebut diungkapkan Dirjen Tonny saat mendampingi Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dalam rangka peresmian jasa layanan pemanduan di selat Malaka dan Selat Singapura pada hari ini (10/4) di Batam.
Melihat padatnya kondisi jalur pelayaran di selat tersebut tentunya juga rawan terhadap kecelakaan di laut. Kondisi ini menjadikan pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi sangat penting terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.
"Begitu pentingnya keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan singapura, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas khusus oleh tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) yang diselenggarakan tiap tahun," kata Tonny.
Lebih jauh Dirjen Tonny menyebutkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran/ wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan yaitu Perairan Wajib Pandu dan Perairan Pandu Luar Biasa. Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih. Sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services) merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.
Adapun Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu perairan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menargetkan pada tahun 2017 ini dapat melayani pemanduan kapal yang melintasi Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Kesiapan pemanduan ini guna memperkuat keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di perairan teritorial Indonesia, karena Selat Malaka dan Selat Singapura memiliki peran yang sangat penting berkaitan dengan pelayaran internasional dan ini juga menjadi fokus perhatian dari International Maritime Organization (IMO)," lanjut Tonny.
Guna mewujudkan target tersebut, lanjut Tonny maka Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Selain itu, Kementerian Perhubungan juga telah menunjuk Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka/ melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. BX.428/PP 304 tanggal 25 November 2016 tentang Pemberian Izin Kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) untuk melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
“Penunjukan Ini tentunya merupakan pelimpahan fungsi pemerintahan di bidang pemanduan kapal/ meliputi kapal-kapal yang melintas maupun yang melaksanakan kegiatan pada perairan pandu luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura," tegas Tonny.
Untuk itu, Dirjen Tonny meyakini bahwa dengan diresmikannya Pelayanan Pemanduan di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura oleh Menteri Perhubungan menunjukan keseriusan Indonesia terhadap peningkatan keselamatan pelayaran di jalur internasional tersebut. Hal ini juga menjadikan Indonesia menjadi Negara (littoral states) pertama yang menyelenggarakan pandu secara resmi pertama di selat Malaka dan Selat Singapura.
"Dengan pelayanan pandu tersebut, Indonesia dituntut untuk menyediakan SDM yang mumpuni guna memandu kapal asing dengan di titik wilayah Iyu Kecil - Nongsa yang pada akhirnya akan mendatangkan PNBP untuk negara kita," tegas Tonny.
Tentunya, dengan demikian keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di wilayah ini dapat lebih terjamin sehingga pada gilirannya akan menunjang perkembangan perekonomian secara nasional dan meningkatkan kepercayaan dunia internasional bagi bangsa Indonesia.
Sebagai informasi, pelaksanaan pemaduan di perairan Selat Malaka dan Selat Malaysia ini telah disepakati oleh tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura pada pertemuan tiga negara tersebut dalam acara Intersessional Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage Services in Straits of Malacca and Singapore yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 s.d 20 Januari 2017 lalu.
“Terkait dengan penunjukan Kementerian Perhubungan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I untuk melaksanakan pemanduan di perairan ini, Dirjen Hubla Tonny Budiono meminta agar PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dapat melaksanakan pelayanan pemanduan secara professional dan kompetetif dengan menyiapkan tenaga pandu yang professional/ kapal pandu serta kapal tunda guna pelayanan pemanduan bagi kapal-kapal yang melintas di Selat Malaka dan Selat Singapura sehingga akan terjamin keselamatan pelayarannya,” tegas Tonny.
Adapun kapal yang memanfaatkan jasa pemanduan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura adalah Kapal S.S. Tangguh Batur. Kapal jenis LNG Tanker yang di Nakhodai Capt. Boris Muskardin merupakan kapal berbendera Singapura dengan panjang kapal 285,4 meter dan memiliki bobot kapal 97.432 GT berlayar dari Lhokseumawe menuju Bintuni.