Dalam
ketentuan Pasal 69 ayat (6) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 93 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, disebutkan bahwa
izin usaha angkutan laut (SIUPAL/SIOPSUS) berlaku selama pelaksana kegiatan
angkutan laut masih menjalankan kegiatan usahanya dan dievaluasi setiap 2 (dua)
tahun sekali oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Berdasarkan
ketentuan dimaksud maka Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah melakukan
evaluasi sejak 2 tahun terakhir terhadap 3.394 SIUPAL/SIOPSUS yang telah
terdaftar di Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut.
Dari
evaluasi tersebut, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut menemukan adanya
perusahaan angkutan laut yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai yang
dipersyaratkan dalam PM. 93 Tahun 2013 tersebut sehingga terancam dicabut
izinnya. Adapun perusahaan angkutan laut yang terancam izinnya dicabut mencapai
1.489 SIUPAL/SIOPSUS yang terdiri dari 1.108 SIUPAL dan 381 SIOPSUS.
Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Ir. A. Tonny Budiono, MM
menegaskan bahwa setiap perusahaan pelayaran harus memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis untuk memperoleh izin angkutan laut baik Surat Izin
Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) ataupun Surat Izin Operasi Perusahaan
Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS).
“Saya sudah tandatangani surat pembekuan 1.489
SIUPAL/SIOPSUS per tanggal 20 Juni 2016. Dengan demikian, perusahaan dimaksud
tidak diperkenankan melakukan kegiatan apapun dalam bidang Angkutan Laut, baik
berupa pengoperasian kapal milik dan charter serta kegiatan keagenan kapal di
seluruh wilayah Republik Indonesia,” tegas Dirjen Hubla.
Pembekuan
SIUPAL/SIOPSUS tersebut sudah melalui prosedur dan proses sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. “Proses pembekuan ini dilakukan sesuai prosedur
dan memenuhi seluruh tahapan sesuai ketentuan yang berlaku. Mulai dari pemberian
surat peringatan pertama, surat peringatan kedua dan akhirnya surat peringatan
ketiga yang tidak juga mendapatkan tanggapan dan menyelesaikan kewajiban. Oleh
karena itu dikenakan sanksi berupa pembekuan,” kata Tonny Budiono.
Namun
demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 115 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM. 93 tahun 2013, Perusahaan Angkutan Laut masih diberikan
waktu 30 (tigapuluh) hari dari sejak tanggal diterbitkannya surat pembekuan
SIUPAL/SIOPSUS untuk melakukan validasi dan memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis agar
pembekuan tersebut dicabut dan perusahaan dapat beroperasi kembali. Bagi
perusahaan pelayaran yang terancam dicabut izinnya dapat segera melakukan
validasi ke Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Ditjen Hubla, Gedung
Karya Lantai 14 Kemenhub.
Selain
pembekuan, Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga mengeluarkan surat
pencabutan SIUPAL atas nama PT. Dillah Samudra melalui Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Nomor AL.009/1/10/DJPL-16 tanggal 10 Juni 2016 dan pencabutan
SIOPSUS atas nama PT. Indofood Sukses Makmur Tbk melalui Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Nomor AL.009/1/8/DJPL-16 tanggal 6 Juni 2016. Adapun
pencabutan SIUPAL PT. Dillah Samudra dilatarbelakangi karena melakukan
pelanggaran berat dan pencabutan SIOPSUS PT. Indofood Sukses Makmur dikarenakan
tidak memenuhi ketentuan PM. 93 Tahun 2013.
“Terhitung
tanggal 20 Juni 2016, kedua perusahaan angkutan laut tersebut tidak
diperkenankan melakukan kegiatan apapun dalam bidang angkutan laut, baik berupa
pengoperasian kapal milik dan charter serta kegiatan keagenan kapal di seluruh
wilayah Republik Indonesia,” tegas Dirjen Hubla, A. Tonny Budiono.
Sebagai
informasi, hingga saat ini total SIUPAL dan SIOPSUS di Indonesia berjumlah 3.394
perusahaan yang terdiri dari 1.903 perusahaan yang telah melakukan validasi
SIUPAL/SIOPSUS, 1.489 perusahaan yang telah dibekukan SIUPAL/SIOPSUS-nya dan 2
perusahaan yang telah dicabut SIUPAL/SIOPSUS-nya oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Laut.
Pencabutan SIUPAL/SIOPSUS ini merupakan bukti, komitmen
dan ketegasan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
untuk mendukung terwujudnya keselamatan dan keamanan pelayaran dan juga
menciptakan iklim bisnis yang sehat sehingga tercipta kompetisi yang adil dan
baik serta bermanfaat bagi masyarakat pengguna transportasi laut.