JAKARTA - Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian menggelar Focus Group Discussion (FGD) Penetapan Traffic Seperation Scheme (TSS) Selat Sunda di Hotel Aryaduta Jakarta pada hari ini (5/9).
FGD dimaksud dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan mengingat Selat Sunda juga menjadi rute pelayaran bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur selain melalui Selat Malaka dan Selat Lombok.
Ketiga selat tersebut, menurut Plt. Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Bay M Hasani, merupakan jalur transportasi yang sangat vital dan strategis bagi pelayaran internasional, khususnya bagi negara-negara Asia Timur seperti negara Cina dan Jepang.
"Bila terjadi hambatan atau gangguan pelayaran di kawasan Selat Malaka maka rute pelayaran alternatif paling dekat yaitu melalui Selat Sunda," jelas Bay yang sambutannya dibacakan oleh Direktur Kenavigasian, I Nyoman Sukayadnya.
Selat Sunda merupakan salah satu jalur pelayaran yang padat yang biasa digunakan untuk pelayaran internasional. Tak hanya itu saja, di jalur tersebut juga terdapat rute penyeberangan yang dilalui kapal-kapal penumpang dari Pulau Jawa melalui pelabuhan Merak menuju Pulau Sumatera seperti pelabuhan Bakauheni dan sebaliknya.
"Kepadatan lalu lintas kapal di jalur tersebut, tentunya berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan di laut," tutur Bay.
Kondisi inilah yang menuntut semua pihak-pihak terkait untuk segera mencari solusi dan menetapkan langkah-langkah guna meminimalisir terjadinya kecelakaan laut.
Lebih lanjut Bay menyebutkan, Selat Sunda merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, yang menghubungkan perairan Samudera Hindia melewati Selat Karimata.
Penetapan ALKI merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara kepulauan setelah pemerintah Indonesia meratifikasi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan Negara Kepulauan (Archipelago State) oleh konvensi PBB. Hal tersebut menjukkan bahwa Indonesia telah diakui oleh dunia Internasional sebagai negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut lndonesia.
"Saat ini, Indonesia telah memiliki 3 (tiga) Alur Laut Kepulauan lndonesia (ALKI) yang melintasi perairan nusantara dan laut teritorial Indonesia," kata Bay.
Sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan maritim dan penjagaan wilayah laut, Ditjen Perhubungan Laut menaruh perhatian serius untuk menciptakan keselamatan dan keamanan pelayaran. Pemerintah dapat melakukan perlindungan dengan menetapkan beberapa aturan, antara lain kewajiban lapor bagi kapal tanker yang membawa bahan bakar dalam jumlah besar dan menetapkan Traffic Separation Scheme (TSS) guna menghindari tabrakan karena arus kapal yang melintas lebih teratur dengan penerapan dua arah seperti di Selat Malaka.
"Kami telah menyampaikan kepada IMO bahwa pada tahun 2017 Indonesia akan menetapkan TSS pada Selat Sunda dan Selat Lombok. Pemilihan Selat Sunda didasari jumlah kapal yang melintas di Selat tersebut mencapai 70.000 kapal setiap tahunnya, dan saat ini jumlah tersebut dipastikan telah meningkat seiring pertumbuhan perekonomian," urai Bay.
Dari data tersebut, dapat terlihat meningkatnya kepadatan lalu-lintas pelayaran di kawasan Selat Sunda, sehingga penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda menjadi suatu kebutuhan untuk mendukung terwujudnya keselamatan pelayaran di kawasan tersebut.
"Diharapkan, melalui FGD ini para peserta dapat semaksimal mungkin memberikan saran dan masukan terkait substansi pembahasan untuk Penetapan TSS di Selat Sunda, sehingga kedepan dapat diterapkan di lapangan dengan sebaik-baiknya dan mampu mewujudkan keselamatan pelayaran pada kawasan Selat Sunda," tutup Bay.