NUSA DUA (28/3) - Kementerian Perhubungan kembali menjadi tuan rumah penyelenggaraan Indonesia-Australia Transport Safety Forum (TSF) 2019 yang digelar di Hotel Inaya Putri, Nusa Dua, Bali pada hari ini (28/3).
Pertemuan yang merupakan forum tertinggi di bidang transportasi antara Indonesia dan Australia ini dipimpin secara bersamaan atau co-chair oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono dan Secretary of Department of Infrastructure, Regional Development and Cities Australia, Pip Spence yang membawa sebanyak 22 orang delegasi.
Adapun delegasi Indonesia terdiri dari perwakilan Ditjen Perhubungan Darat, Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perhubungan Udara, Basarnas, BPTJ dan KNKT.
Sebelumnya, masing-masing ketua delegasi telah melakukan Executive Morning Meeting yang dilaksanakan secara paralel dengan Pertemuan Working Group yang dibagi menjadi 3, yaitu Working Group Transportasi Darat, Working Group Transportasi Udara, dan Working Group Transportasi Laut. Setelah itu, hasil pembahasan pada masing-masing Working Group dibahas pada sesi selanjutnya dalam Sidang Plenary TSF.
Bertindak sebagai ketua delegasi Indonesia dalam Working Group Transportasi Laut, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa topik yang menjadi pembahasan pada sub sektor transportasi laut, antara lain terkait dengan Pemilihan Anggota Dewan IMO dan IMO Council Reform, Keselamatan Maritim (Maritime Safety), serta Perlindungan Lingkungan Laut (Marine Environment Protection).
Terkait dengan pencalonan anggota Dewan IMO, Ahmad menjelaskan, bahwa Indonesia menyampaikan tanggapannya mengenai Permohonan Pengaturan Saling Dukung dari Pemerintah Australia dalam pencalonan sebagai anggota dewan IMO yang pemilihannya akan dilaksanakan pada Sidang Assembly IMO ke-31 bulan November 2019 mendatang.
Adapun terkait dengan Maritime Safety, Ahmad menyampaikan bahwa Indonesia mengajukan proyek kerjasama di bidang capacity building atau pengingkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bentuk Training Course and Benchmarking of Inspection for Safe Container Certification and Implementation of Verified Gross Mass.
“Kami mengajukan kerjasama untuk menyelenggarakan Pelatihan dan juga Benchmarking terkait pemeriksaan peti kemas yang aman dan penerapan berat kotor yang terverifikasi,” ujar Ahmad.
Selain itu, terkait Maritime Safety, Indonesia juga menyampaikan tentang penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok dan juga pentingnya peran Vessel Traffic Services (VTS), dalam hal ini VTS Benoa, bagi TSS di kedua Selat tersebut.
“Untuk itu, kami juga mengajukan kerjasama peningkatan kapasitas SDM dalam bentuk Pelatihan bagi Operator dan Supervisor VTS,” ungkap Ahmad.
Pada topik bahasan Perlindungan Lingkungan Laut atau Marine Environment Protection, Indonesia menyampaikan posisinya terkait Aturan IMO mengenai batas kandungan sulfur pada bahan bakar kapal dan juga pengurangan emisi gas rumah kaca dari kapal.
Sebelumnya, IMO telah mengeluarkan aturan melalui MARPOL Annex VI untuk mengurangi emisi sulfur oxida dari kapal. Aturan tersebut menetapkan bahwa mulai tanggal 1 Januari 2020, semua kapal yang berlayar internasional wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak boleh melebihi 0,5% m/m. Sedangkan bagi kapal yang dioperasikan di Emission Control Area tidak boleh melebihi 0,1% m/m.
“Persyaratan ini nantinya akan menjadi objek pemeriksaan bagi Port State Control Officer di luar negeri, dan bagi kapal yang tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut per 1 Januari 2020 tentunya akan menjadi objek penahanan,” jelas Ahmad.
Menurut Ahmad, Kementerian Perhubungan telah mengatur hal tersebut melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 Pasal 36. Selain itu, Ahmad mengaku bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi, sosialisasi, serta menyelenggarakan workshop terkait hal tersebut dengan mengundang dan melibatkan Kementerian/Lembaga, Institusi, serta Stakeholder terkait.
“Adapun bagi kapal yang berlayar internasional namun belum dapat memperoleh bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% tersebut dapat menggunakan sistem pembersihan emisi gas buang kapal, seperti misalnya sistem open loop scrubber atau lainnya, yang telah disetujui oleh Ditjen Perhubungan Laut selaku Administrator,” ujar Ahmad.
Namun demikian, Ahmad menambahkan, bahwa tidak semua negara mengizinkan penggunaan open loop scrubber tersebut. Kandungan maksimal sulfur dalam bahan bakar kapal ini, menurut Ahmad berkaitan erat dengan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dari kapal.
“Terkait hal ini, kami bersama beberapa negara lain, masih terus berupaya agar IMO memberikan kelonggaran terhadap pemberlakuan pembatasan 0,5% sulfur pada tahun 2020,” katanya.
Pada pertemuan ini, Indonesia juga menyampaikan progress terkini proyek kerjasama di bawah kerangka ITSAP yang sedang berjalan, yaitu Solid Bulk Cargoes Testing and Training Facility (SBC-TTF) dan Project ITSAP Ship Safety Inspection – Centre of Excellence (SSI-COE).
Ahmad menjelaskan, bahwa Ditjen Hubla melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai saat ini tengah menyusun aturan-aturan baru terkait IMDG, oleh karena itu Indonesia mengajukan kerjasama dengan Australia dalam bentuk technical assistance dan tenaga ahli.
“Kita juga berharap dapat melanjutkan kerjasama dengan AMSA dalam bentuk penyelenggaraan workshop dan seminar tentang implementasi IMSBC dan IMDG Code,” imbuhnya.
Saat ini, kerjasama yang sedang berjalan di bawah kerangka ITSAP adalah Pelatihan dan Mentoring terhadap para petugas Port State Control. Ahmad mengemukakan, bahwa kerjasama ini telah meningkatkan jumlah kontribusi inspeksi yang dilaksanakan oleh Petugas Port State Control Indonesia dan menurunkan substandar kapal asing yang beroperasi di Pelabuhan Indonesia.
“Saat ini, PSCO Indonesia di Tokyo MOU masuk ke dalam peringkat ke-5 teratas terkait kontribusi inspeksi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pada pertemuan ini, Indonesia juga melaporkan hasil pertemuan Marine Pollution Committe Pertama yang telah diselenggarakan sehari sebelumnya.
“Kami telah melaporkan tentang 5 program kerjasama baru yang kita ajukan pada pertemuan MPC kemarin, yaitu Pilot Project in Establishment of Port Reception Facility, Training Course of Inspection for Ballast Water Treatment System, Training Course for Exhaust Gas Cleaning Systems Inspection, Training Course for Port Biological Baseline Surveys, serta Assistance in Conducting Port Biological Baseline Survey,” pungkas Ahmad.