JAKARTA (18/11) - Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut baru saja menyelesaikan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) bidang Kenavigasian di Surabaya, Jawa Timur. Rakornis yang digelar sejak Kamis hingga Sabtu, 15-17 November 2018 ini menghasilkan 3 (tiga) agenda kerja utama yang ditargetkan selesai pada tahun 2019 mendatang.
Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Basar Antonius dalam sambutan penutupannya menyampaikan bahwa sesuai arahan pimpinan, Rakornis Kenavigasian tahun 2018 memang difokuskan untuk membahas tiga agenda utama yaitu rencana usulan Badan Layanan Umum (BLU) 6 (enam) Distrik Navigasi, implementasi e-navigation atau digitalisasi layanan kenavigasian, dan pengesahan 50 alur pelayaran.
"Tiga agenda utama tersebut telah dibahas secara intensif oleh komisi-komisi dalan Rakornis yang telah berlangsung sejak tanggal 15 hingga 17 November 2018 kemarin," kata Basar.
Basar Antonius menjelaskan, Komisi A yang bertugas membahas soal BLU telah menghasilkan kesepakatan dan langkah-langkah yang lebih teknis untuk menjadikan 6 (enam) layanan distrik navigasi menjadi BLU. Adapun ke-6 distrik navigasi yang telah disepakati untuk menjadi BLU adalah: Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Perak, Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Pinang, Distrik Navigasi Kelas I Palembang, Distrik Kelas I Samarinda, dab Distrik Kelas II Banjarmasin.
Salah satu alasan perlunya dibentuk BLU kenavigasian adalah terjadinya gap atau kesenjangan antara pagu kebutuhan anggaran dengan realisasi penganggaran dari APBN. Sehingga pemenuhan rasio kecukupan sarana dan prasarana kenavigasian kurang optimal yang mengakibatkan kinerja pelayanan kenavigasian kepada masyarakat menjadi tidak maksimal.
Selain itu banyak aset dan jasa kenavigasian yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti jasa Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), jasa telekomunikasi pelayaran, jasa survei hidrografi dan meteorologi, jasa alur dan perlintasan, dan jasa pemanduan.
"Rencana selama satu tahun ke depan adalah memenuhi aspek administratif, teknis, dan substantif pembentukan BLU yang kemudian disampaikan kepada Menteri Perhubungan agar segara dapat disampaikan ke Kementerian Keuangan dan kementerian terkait lainnya," kata Basar.
Sedangkan Komisi B yang membahas tentang penetapan alur pelayaran menghasilkan 50 (lima puluh) lokasi data verifikasi hasil survey mandiri alur pelayaran dari seluruh kantor distrik navigasi. Selanjutnya masih perlu dilakukan evaluasi terkait dengan kelengkapan data dukung dalam rencana penetapan alur pelayaran.
"Dari 50 desain alur yang sudah terkumpul dan belum didukung oleh hasil kegiatan survey lapangan, akan segera melaksanakan survey ke lapangan dengan melibatkan Technical Officer dari Pushidrosal," katanya.
Adapun Komisi C yang membahas bidang e-navigation menghasilkan keputusan rapat komisi terkait langkah-langkah/strategi yang harus dilakukan dalam rangka mewujudkan e-navigation dimana konsep e-navigation ini telah mendapat persetujuan dari International Maritime Organization (IMO) melalui sidang Maritime Safety Committee (MSC) ke-85 pada tahun 2008 yang dituangkan dalam dokumen MSC 85/26/Add.1 Annex 20 tentang Strategy for The Development and Implementation of e-Navigation.
"Langkah dan strategi tersebut disusun berdasarkan skala prioritas sebagaimana dituangkan dalam dokumen “Draft e-Navigation Strategy Implementation Plan” yang diadopsi dalam Sidang Sub Committee Navigation, Communication, Search and rescue (NCSR) ke-1 pada tahun 2014," kata Basar.
Basar Antonius menjelaskan, adanya e-navigation akan membantu meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, efisiensi bernavigasi dan perlindungan lingkungan maritim karena adanya kesamaan informasi yang disampaikan secara real time dan up to date antara ship to shore, shore to shore mapun ship to ship.
"E-navigation juga dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas dan kelancaran pelayanan pelabuhan, kesyahbandaran dan logistik," tutup Basar.