BEKASI (22/8) - Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian berkomitmen untuk selalu menjaga keselamatan pelayaran, salah satunya dengan menetapkan alur-pelayaran yang tepat, aman, dan efisien dalam mendukung konektivitas maritim dan ekosistem berkelanjutan. Kali ini, yang akan ditetapkan adalah alur-pelayaran di Pelabuhan Waingapu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Budi Mantoro, dalam sambutannya saat membuka acara Forum Group Discussion (FGD) Penetapan Alur Pelabuhan Waingapu menyebutkan bahwa pelabuhan ini memiliki peran vital dalam menghubungkan antar pulau di Nusa Tenggara Timur.
"Alur-pelayaran ini memegang peran penting dalam menghubungkan antar pulau di Nusa Tenggara Timur, sehingga keberlangsungan dan efisiensi perlu diperhatikan," ujarnya Capt. Budi, Selasa (22/8).
Pelabuhan Waingapu, dengan lokasinya yang strategis di Teluk Nangamesi, telah menjadi pintu gerbang utama transportasi laut di Pulau Sumba. Dengan perannya sebagai pelabuhan pengumpul, pelabuhan ini melayani angkutan laut dalam negeri, pengangkutan barang, dan penumpang. Sebagai pusat perdagangan dan pertukaran budaya sejak lama, pelabuhan Waingapu memiliki potensi untuk berperan lebih besar dalam ekonomi dan pariwisata.
Capt. Budi menjelaskan bahwa penetapan alur-pelayaran bukan hanya tugas teknis semata, melainkan langkah menuju kedaulatan maritim yang tangguh. Alur pelayaran yang baik akan meningkatkan efisiensi distribusi, mengurangi biaya logistik, serta memberikan peluang bagi sektor pariwisata dan industri lainnya. Kelestarian lingkungan laut juga menjadi perhatian penting, dan alur pelayaran yang aman akan membantu menjaga ekosistem maritim dan keanekaragaman hayati.
"Alur-pelayaran yang baik akan memberikan manfaat luas, termasuk efisiensi distribusi barang dan jasa, pengurangan biaya logistik, serta peluang baru dalam pariwisata dan industri. Keamanan alur-pelayaran akan menjaga lingkungan laut, keanekaragaman hayati, dan ekosistem maritim," jelasnya.
Selain itu, Capt. Budi menyoroti pentingnya penetapan alur-pelayaran sejalan dengan Undang-Undang 17 Tahun 2008 tentang pelayaran dimana disebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menetapkan koridor, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai kepentingan. Alur-pelayaran harus ditetapkan dengan batas yang jelas, dilengkapi fasilitas keselamatan, dan dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran.
"Kolaborasi pemerintah, pemangku kepentingan, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan penetapan alur-pelayaran menghadapi tantangan masa depan. FGD ini adalah awal perjalanan menuju kesejahteraan dan kemajuan berkelanjutan," tutupnya.
Sebagai informasi, FGD ini dihadiri oleh Komandan Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, Asisten Deputi Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomarves,
Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) Badan Informasi Geospasial, Kepala Distrik Navigasi Tipe A kelas II Kupang, Kepala KSOP Kelas IV Waingapu; seta perwakilan dari pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Sumba Timur.(SKY/MM/BOH)