BOGOR (22/6) – Pelabuhan Gunung Sitoli merupakan Pelabuhan terbesar di Pulau Nias yang memiliki peran penting dalam menghubungkan Pulau Nias dengan dunia luar. Pelabuhan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pintu gerbang bagi perdagangan, pariwisata, serta pertumbuhan perekonomian di wilayah Kabupaten Nias dan sekitarnya. Atas dasar itulah, Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian bersama Institusi, Kementerian/Lembaga, serta stakeholder terkait menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas penetapan alur pelayaran masuk Pelabuhan Gunung Sitoli, Sumatera Utara bertempat di Swiss-Bellin Bogor pada hari ini, (22/6).
Direktur Kenavigasian, Capt. Budi Mantoro, mengatakan bahwa kegiatan FGD ini merupakan wujud komitmen Pemerintah untuk mencari solusi terbaik yang mampu mengkomodir berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan ekonomi, lingkungan, keamanan, hingga efisiensi operasional Pelabuhan.
“Melalui FGD ini, para ahli, pemangku kepentingan dan pakar maritim dapat bertemu untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, serta pandangan mereka mengenai rencana penetapan alur-pelayaran masuk Pelabuhan Gunung Sitoli. Dengan demikian, bersama-sama kita dapat memastikan penetapan alur pelayaran ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga dapat menghadapi tantangan yang mungkin kita hadapi di masa depan,” ujar Capt. Budi.
Pelabuhan Gunung Sitoli, menurut Capt. Budi memiliki hierarki sebagai Pelabuhan Pengumpul yang berfungsi sebagai titik masuk dan keluar barang, baik secara nasional maupun internasional di wilayah Kabupaten Nias provinsi Sumatera Utara dan sekitarnya. Pelabuhan ini juga berfungsi sebagai tempat pelayanan dan distribusi logistik, serta memiliki peran strategis dalam mendukung sektor pariwisata di sekitar Kepulauan Nias dan industri perikanan dalam kegiatan pengangkapan ikan dan distribusi hasil tangkapan melalui jalur laut.
Capt. Budi menerangkan, Pelabuhan Gunung Sitoli ini berperan sebagai pusat aktivitas logistik yang mendukung perekonomian lokal. Melalui Pelabuhan ini pula, berbagai jenis barang dapat diimpor dan ekspor, sehingga tentunya menjadi salah satu kontributor bagi pertumbuhan perekonomian dan peningkatan lapangan kerja di wilayah Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara.
“Oleh karenanya, penataan Alur Pelayaran di Pelabuhan Gunung Sitoli sudah selayaknya dilaksanakan untuk dapat menetapkan alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan, kelancaran bernavigasi, serta melindungi kelestarian lingkungan maritim,” tegas Capt. Budi.
Capt. Budi mengungkapkan hasil survey-hidrooseanografi yang telah dilakukan mengungkapkan data teknis rencana alur pelayaran di Pelabuhan Gunung Sitoli, yakni memiliki alur dengan panjang ± 0.231 NM atau ± 429,38 m dan Lebar 192.02 m, serta kedalaman alur bervariasi dari 103 mLWS hingga 144 mLWS.
Saat ini, Pelabuhan Gunung Sitoli memiliki jumlah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sebanyak 2 (dua) unit berupa Menara Suar dan Lampu Pelabuhan, memiliki sistem rute alur dua arah, tidak terdapat area ranjau, pipa dan kabel bawah laut, dan memiliki Stasiun Radio Pantai (SROP) yang melayani di alur pelayarannya. Secara keseluruhan, kedalaman perairan di alur pelayaran juga cukup dalam, antara 8 sampai dengan lebih dari 100 meter dan aman karena merupakan Pelabuhan terbuka.
“Berdasarkan hasil survei, maka diperkirakan ukuran kapal dengan draft maksimal 8 meter dapat masuk ke alur pelayaran Pelabuhan Gunung Sitoli. Hal ini sesuai dengan rencana kapal terbesar menurut Rencana Induk Pelabuhan (RIP) yang berukuran 6.022 GT dengan LoA 99.80 m, lebar 18.00 mm dan draft 5.8 m,” terangnya.
Lebih lanjut, Capt. Budi mengatakan, penetapan koridor alur-pelayaran, sistem, rute, tata cara berlalu lintas, serta daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Alur Pelayaran ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan yang penyusunannya harus melalui beberapa tahapan, salah satunya adalah survey hidro-oseanografi yang meliputi data tata ruang, traffic, bahaya navigasi, batimetri, oceanografi, meteorology dan peta tematik sehingga alur pelayaran dapat ditetapkan dengan batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran.
“Kegiatan FGD Penetapan Alur Masuk Pelabuhan pada hari ini, adalah merupakan tahapan mekanisme dalam rangka menyempurnakan Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan tersebut, yang nantinya akan dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan melalui maklumat pelayaran maupun berita pelaut indonesia.” jelas Capt. Budi.
Adapun Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berencana untuk menetapkan sebanyak 636 Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Dari data pada Direktorat Kenavigasian, sampai saat ini proses penyusunan dan penetapan alur pelayaran di seluruh perairan Indonesia sudah mencapai 123 Keputusan Menteri Perhubungan.
Sebagai informasi, FGD kali ini menghadirkan para narasumber dari Direktorat Kenavigasian, Direktorat Kepelabuhanan, serta Pushidrosal. Adapun para peserta FGD berasal perwakilan dari Pushidrosal, Kemenko Marves, KKP dan BIG, perwakilan dari Direktorat dan Bagian di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut, Kepala Distrik Navigasi Tipe A dan Tipe B di seluruh Indonesia, Kepala Dinas Perhubuungan Provinsi Sumatera Utara dan Kota Gunung Sitoli, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Kota Gunung Sitoli, Komandan Pangkalan TNI AL Sibolga, Kepala Satuan Polairud Kota Gunung Sitoli, serta DPC HNSI Kota Gunung Sitoli, baik secara luring maupun daring. (MYN/MM/BOH)