BOGOR (20/10) – Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, ditambah geliat perkembangan tambang yang semakin menjamur tentunya memerlukan transportasi besar untuk memasarkan produk-produknya. Dengan keberadaan Pelabuhan Pelaihari/Swarangan, secara bersamaan juga akan mendukung pelayanan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin sebagai akses transportasi barang di Kalimantan Selatan.
Untuk itu, guna mendukung Pelabuhan Pelaihari/Swarangan menjadi fasilitas bongkar muat barang yang akan menunjang kemajuan potensi maritim dan pertumbuhan ekonomi di tanah laut, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akan menetapkan alur masuk pelayaran Pelabuhan Pelaihari/Swarangan.
Demikian dikatakan Direktur Kenavigasian, yang diwakili Kasubdit Penataan Alur dan Perlintasan Ison Hendrasto saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Rencana Penetapan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pelaihari/Swarngan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Ison, keberadaan Pelabuhan Pelaihari/Swarangan harus dimaksimalkan, karena jika kita bandingkan dengan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin yang berada di Sungai Barito, akses pelayaran menuju ke Banjarmasin harus menempuh kurang lebih sejauh 30 nm dari muara pintu masuk Sungai Barito dengan waktu tempuh 5-6 jam tergantung kepadatan traffic di Sungai Barito. Sementara akses Pelabuhan Pelaihari bisa masuk lebih cepat, karena lokasi pelabuhan berada di laut. Namun dengan kondisi pelabuhan yang terbuka, menjadikan pelabuhan pelaihari tidak terlindung dari gelombang.
”Maka dari itu dengan dilakukan survey hidro-oseanografi oleh Tim Pengamatan Laut Distrik Navigasi Kelas II Banjarmasin diharapkan dapat menghasilkan kajian ataupun rekomendasi guna penetapan alur pelayaran dan pengembangan pelabuhan yang baik dan aman untuk pelayaran” kata Ison.
Lebih dari itu, lanjut Ison bahwa sejatinya penataan alur-pelayaran sudah selayaknya dilaksanakan untuk segera ditetapkan agar memperoleh alur-pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi serta melindungi kelestarian lingkungan maritim.
Ison juga menjelaskan bahwa sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan koridor alur-pelayaran, menetapkan sistem rute, menetapkan tata cara berlalu lintas serta menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
“Alur-pelayaran harus ditetapkan dengan batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis dan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran. Alur-pelayaran juga perlu dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan melalui maklumat pelayaran maupun berita pelaut indonesia” ujar Ison.
Menurut Ison, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akan menetapkan sebanyak 636 Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan di seluruh wilayah perairan Indonesia.
”Dari data pada Direktorat Kenavigasian, sampai dengan Oktober 2022 proses penyusunan dan penetapan alur pelayaran di seluruh perairan Indonesia sudah mencapai 118 Keputusan Menteri Perhubungan yang terdiri dari 111 Pelabuhan Umum, 19 Perlintasan dan 4 Tersus/TUKS” kata Ison.
Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Penataan Alur dan Perlintasan yang diwakili Imam Ramelan dalam laporannya mengatakan bahwa Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan pada hari ini, merupakan tahapan mekanisme dalam rangka menyempurnakan Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pelaihari di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan.
Untuk itu, Imam berharap agar para Narasumber dan Peserta FGD hari ini dapat semaksimal mungkin dalam menyampaikan materi dan masukan yang dapat memperkaya dan menyempurnakan rancangan penetapan alur-pelayaran masuk pelabuhan pelaihari, sehingga dengan adanya keputusan menteri perhubungan tersebut,
“Pemerintah berharap dengan adanya Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pelaihari, ke depan ketertiban, kelancaran serta keselamatan lalu-lintas pelayaran di sekitar perairan pelabuhan pelaihari dapat terwujud” kata Imam.
Sebagai informasi FGD kali ini menghadirkan para nara sumber dari Distrik Navigasi Kelas II Banjarmasin, terkait Survey hidro-oceanografi dalam rangka rencana penetapan alur-pelayaran masuk pelabuhan Pelaihari/Swarangan Kalimantan Selatan, Direktorat kepelabuhanan terkait dukungan data dan informasi rencana pengembangan pelabuhan Pelaihari, Pushidrosal terkait pentingnya penggambaran alur-pelayaran masuk pelabuhan Pelaihari pada Peta Laut Indonesia, dan Direktorat Kenavigasian terkait proses penetapan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya di alur-pelayaran masuk pelabuhan Pelaihari.
Adapun para peserta FGD berasal perwakilan dari Pushidrosal, Kemenko Marves, KKP dan BIG, perwakilan dari Direktorat dan Bagian di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut, Kepala Distrik Navigasi Kelas II Banjarmasin, Kepala DInas Perhubuungan Propinsi Kalimantan Selatan, para Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia, baik secara luring maupun daring.