Rabu, 29 Juni 2016

DUKUNG KESELAMATAN PELAYARAN, DITJEN HUBLA IMPLEMENTASIKAN VERIFIKASI BERAT PETI KEMAS YANG DIANGKUT DI


Share :
5134 view(s)

Keselamatan Pelayaran merupakan mandat utama yang menjadi fokus dalam perumusan peraturan dan kebijakan International Maritime Organization (IMO) yang dalam pelaksanaanya untuk dilaksanakan oleh negara-negara anggota IMO termasuk Indonesia.

 

Dalam Safety of Life at Sea (SOLAS) 1972 Bab VI, Pasal 2 tentang Verified Gross Mass Of Container (VGM) yang dikeluarkan oleh IMO disebutkan bahwa Kewajiban pemenuhan VGM atau verifikasi berat kotor peti kemas yang diangkut kapal akan diberlakukan mulai 1 Juli 2016.

 

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia mendukung dan melaksanakan ketentuan yang telah disepakati secara internasional tersebut. Untuk itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tanggal 1 Juni 2016 telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor HK.103/2/4/DJPL-16 tentang Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi Yang di Angkut di Kapal (Verified Gross Mass (VGM), beserta perubahannya yaitu Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor HK.103/2/5/DJPL-16.

 

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa ketentuan verifikasi berat kotor peti kemas yang diangkut di kapal  (Verified Gross Mass Of Container /VGM) dimaksudkan untuk mencegah perbedaan antara berat peti kemas yang dideklarasikan dengan berat peti kemas aktual yang dapat mengakibatkan kesalahan penempatan di kapal sehingga berdampak pada keselamatan kapal, awak kapal di laut dan pekerja di pelabuhan serta potensi kerugian. Sedangkan peti kemas yang melebihi berat kotor maksimal yang dinyatakan dalam Safety Approval Plate (CSC Safety Plate) tidak boleh diangkut di kapal.

Ketentuan tentang berat kotor peti kemas terverifikasi yang diangkut  di kapal (Verified Gross Mass (VGM) berlaku untuk :

  1. Kemasan peti kemas ekspor yang diangkut di kapal bendera Indonesia yang berlayar di pelayaran internasional dan diangkut oleh kapal berbendera asing yang berlayar dari pelabuhan di Indonesia;
  2. Kemasan peti kemas domestik yang diangkut di kapal bendera Indonesia yang berlayar di dalam pelayaran kawasan Indonesia 6 bulan setelah terbitnya peraturan ini.

     

    Namun terdapat pengecualian bahwa peraturan ini tidak berlaku bagi kemasan peti kemas yang diangkut pada kapal yang beroperasi untuk keperluan lepas pantai (offshore) dan kemasan peti kemas pada sasis atau trailer termasuk peti kemas tangki (tank container), peti kemas rak datar (flat-rack container), peti kemas muatan curah (bulk container) yang diangkut di kapal roro yang berlayar di pelayaran internasional dengan jarak pendek.

     

    Prinsip utama dari ketentuan dalam peraturan ini bahwa sebelum peti kemas  di muat ke kapal, Shipper bertanggung jawab untuk memperoleh dan mendokumentasikan berat kotor peti kemas terverifikasi (Verified Gross Mass Of Container /VGM). Peti kemas bersama kemasan dan muatan di dalamnya tidak boleh diangkut ke kapal apabila nakhoda atau terminal peti kemas belum mendapatkan dan mengetahui berat kotor aktual peti kemas terverifikasi, sebelum kapal melakukan proses pemuatan.

     

    Pelaksanaan penentuan berat kotor peti kemas terverifikasi (Verified Gross Mass Of Container /VGM) tersebut, selain Shipper dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan  persyaratan :
  1. Berbadan hukum bidang jasa transportasi atau kepelabuhanan atau pelayanan bongkar muat peti kemas;
  2. Menggunakan peralatan yang terkalibrasi secara berkala dan bersertifikat;
  3. Ditunjuk dan memiliki kesepakatan dengan shipper;
  4. Diketahui oleh Unit Pelaksana  Teknis (UPT) yang menangani aspek kepelabuhanan;
  5. Memiliki prosedur penimbangan yang mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui UPT yang menangani kepelabuhanan.

     

    "Dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka semua pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pelayaran harus mendukung dengan menetapkan standar prosedur internal yang meliputi penetapan sistem dokumentasi, komunikasi dan penyebaran informasi dari berat kotor peti kemas terverifikasi  (Verified Gross Mass Of Container /VGM)," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono.

     

    Pelanggaran terhadap peraturan ini akan dikenakan sanksi berupa pelarangan pengangkuan peti kemas ke kapal, yang dapat berakibat pada pembiayaan termasuk penundaan pemuatan ke kapal atau pengembalian peti kemas sesuai pengaturan kontrak antara pelaku usaha (demurrage).

     

    "Saya sudah instruksikan agar Syahbandar dan KSOP di Pelabuhan untuk melakukan pelatihan atau in-house training kepada para petugas lapangan dan stakeholder terkait penyamaan pemahaman dan kemampuan pelaksanaan pemeriksaan fasilitas timbangan Terminal Peti Kemas mengingat kewajiban VGM ini akan diberlakukan 1 Juli 2016. Dari laporan yang masuk, 4 pelabuhan utama sudah melakukan training tersebut," lanjut Dirjen Hubla.

     

    Kewajiban VGM atau verifikasi berat kotor peti kemas yang diangkut di kapal ini akan diberlakukan mulai 1 Juli 2016. Hal ini tentunya akan menyangkut kelancaran arus ekspor komoditas Indonesia ke negara-negara tujuan. Seluruh pemangku kepentingan di bidang pelayaran harus bersinergi melaksanakan ketentuan ini dengan sebaik-baiknya. Sebab ekspor barang merupakan salah satu dari pendapatan terbesar dalam dinamika perekonomian nasional Indonesia.
  • berita




Footer Hubla Branding