Sabtu, 27 Oktober 2018

PELABUHAN MURHUM BAU-BAU BERSIAP SEBAGAI PILOT PROJECT PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PELAYARAN


Share :
4201 view(s)

BAU-BAU (27/10) - Guna peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta kualitas pelayanan di pelabuhan, Kementerian cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menetapkan 6 (enam) lokasi pelabuhan percontohan (Pilot Project) penegakan hukum di bidang pelayaran dan pelayanan publik.

Adapun 6 (enam) pelabuhan percontohan untuk penertiban dan penegakan hukum di bidang pelayaran adalah Pelabuhan Muara Angke/Kaliadem, Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang, Pelabuhan Murhum Bau-Bau, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Tarakan, dan Pelabuhan Tulehu Ambon.

Semua Pelabuhan percontohan tersebut di atas terus berbenah termasuk Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas I Bau-Bau, Sulawesi  Tenggara (Sultra) yang mulai menyiapkan Sistem Prosedur Pelayanan Penumpang dan Angkutan barang serta angkutan penumpang dan kendaraan (RoRo).

Saat ini menurut Kepala Kantor UPP Kelas I Bau-Bau, Subagiyo, ada beberapa hal yang tengah dan telah dilakukan bersama jajarannya di lingkungan pelabuhan Bau-Bau.

"Kami sudah melakukan sosialisasi dan rapat koordinasi dengan para stakeholder diantaranya terkait penerapan e-ticketing," jelas Subagiyo di Bau-Bau, Sabtu (27/10).

Menurut Subagiyo, pemasangan peralatan e-ticketing, toll gate, x-ray dan lainnya sudah siap dilaksanakan setelah sebelumny dilakukan perubahan tata letak agar lebih strategis penempatannya.

Dengan penerapannya, maka nantinya di Pelabuhan Bau-Bau terdapat area publik, area terbatas, dan area steril.

Meski demikian diakui Subagiyo masih ada beberapa operator kapal yang belum siap dengan penerapan e-ticketing karena beberapa alasan.

"Alasan mereka diantaranya sedang dalam proses negosiasi kerja sama vendor oleh kantor pusat, sedang menyiapkan server jaringan, dan ada yang benar-benar belum siap," tuturnya.

Namun demikian, ada dua operator yakni PT. Pelni pada 10 unit kapal dengan rute tujuan Bau-Bau dan PT. Dharma Lautan Utama sebanyak 1 unit kapal yang sudah siap dan telah melaksanakan implementasi e-ticketing secara konsisten selama ini.

Pihaknya juga terus memberikan sosialisasi, dorongan dan dukungan sekaligus teguran bila terdapat operator yang tidak kooperatif.

"Penerapan ini sudah mutlak harus dilaksanakan, bagi operator yang tidak mengikuti prosedur maka tidak dapat beroperasi di Pelabuhan," ungkap Subagiyo tegas.

Selanjutnya pelabuhan Murhum Baubau saat ini sedang menunggu implementasi dari kantor pusat Kementerian Perhubungan, antara lain pemasangan autogate, x-ray, dan lain sebagainya.

Seperti diketahui, kapal yang beroperasi di Pelabuhan Murhum Bau-Bau ada sebanyak 52 unit armada. 20 unit diantaranya merupakan kapal penumpang dan sisanya 32 unit bukan kapal penumpang.

*Kemenhub Bentuk Satgas Penertiban dan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran*

Untuk percepatan pelaksanaan pilot project pelabuhan, Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut membentuk Satuan Tugas (Task Force) Penertiban dan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran.

Hal tersebut secara resmi tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.008/88/19/DJPL-18 yang ditetapkan tanggal 19 Oktober 2018 tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Percontohan (Pilot Project) dan Pembentukan Satuan Tugas (Task Force) Penertiban dan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran.

Lokasi penetapan pelabuhan percontohan untuk penertiban dan penegakan hukum di bidang pelayaran akan dilaksanakan pada 6 (enam) pelabuhan yang dibagi menjadi 2 (dua) prioritas.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo menyebutkan, prioritas pertama akan dilaksanakan pada lokasi Pelabuhan Muara Angke/Kaliadem, Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang, dan Pelabuhan Murhum Bau-Bau.

"Selanjutnya prioritas kedua akan dilaksanakan pada 3 (tiga) lokasi lainnya, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Tarakan, dan Pelabuhan Tulehu Ambon," ujar Dirjen Agus hari ini (27/10) di Jakarta.

Menurut Dirjen Agus, keberhasilan pelaksanaan penertiban dan penegakan hukum di bidang pelayaran tersebut didasarkan pada beberapa kriteria.

"Bagi pelabuhan yang akan dijadikan percontohan secara bertahap harus memenuhi beberapa kriteria persyaratan, antara lain semua kapal yang beroperasi harus memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, termasuk kelengkapan alat kenavigasian. Begitu pula dengan semua awak kapal yang bertugas di kapal harus memiliki sertifikat kecakapan dan keterampilan serta buku pelaut," jelas Dirjen Agus.

Selain itu, lanjut Dirjen Agus, kondisi pelabuhan juga harus steril sesuai dengan zonasi dan peruntukannya, penerapan digitalisasi ticketing penumpang, dan semua barang yang keluar masuk diberi tag identitas.

"Dan yang tak kalah pentingnya adalah penegakan hukum di pelabuhan sehingga perlu untuk membentuk Satuan Tugas (Task Force) Penertiban dan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran," tegasnya.

Adapun tim task force ini dikoordinir oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Sedangkan bidang pendukung seperti bidang lalu lintas dan angkutan laut, kepelabuhanan, perkapalan dan kepelautan, dan kenavigasian dikoordinatori oleh masing-masing Direktur terkait, serta Koordinator Wilayah yang dipimpin langsung oleh masing-masing Kepala Kantor pada keenam pelabuhan pilot project.

"Saya minta agar seluruh anggota task force beserta jajarannya dapat melaksanakan tugas sesuai dengan bidang tanggungjawabnya masing-masing sehingga dapat mempercepat implementasi keberhasilan pelaksanaan penertiban dan penegakan hukum pada pelabuhan pilot project tersebut," tutup Dirjen Agus.


  • berita




Footer Hubla Branding