Jumat, 28 Juli 2023

DUKUNG KELANGSUNGAN ENERGI NASIONAL, KEMENHUB SIAP WUJUDKAN KESELAMATAN NAVIGASI DI DAERAH TERBATAS DAN TERLARANG (DTT) PT PERTAMINA


Share :
3801 view(s)

BALI (28/7) – Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian siap memberikan dukungan terkait dengan penyelesaian regulasi Daerah Terlarang dan Terbatas (DTT), instalasi, dan fasilitas energi PT. Pertamina sebagai instrument utama dalam kelangsungan energi nasional.

 

Demikian disampaikan oleh Direktur Kenavigasian, Capt. Budi Mantoro, mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada acara Rapat Penutupan Perizinan Daerah Terbatas Terlarang (DTT) Pertamina Group yang digelar di Hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali pada Jumat sore (28/7).

 

Capt. Budi mengungkapkan, bahwa PT. Pertamina telah melaksanakan kegiatan Penetapan Zona Keselamatan dan Keamanan yang terdapat di 26 (dua puluh enam) lokasi untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pada instalasi dan fasilitas energi milik Pertamina Group.

 

“Terkait hal ini, Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut telah melibatkan seluruh komponen yang berkompeten dalam kegiatan Penyusulan Usulan Zona Keselamatan dan Kemanan pada Daerah Terlarang dan Terbatas (DTT) dan Persetujuan Layak Operasi (PLO) untuk selanjutnya dapat dijadikan pedoman bagi Pertamina Group dalam proses penetapan Daerah Terlarang dan Terbatas (DTT).

 

Pada kesempatan tersebut, Capt. Budi juga menyampaikan apresiasi bagi semua instansi terkait, antara lain Ditjen Migas Kementerian ESDM, Pushidros AL, serta instansi lain yang memberikan dukungan dalam Penetapan Zona Keselamatan dan Keamanan untuk Daerah Terbatas dan Terlarang (DTT) sebagai Upaya bersama untuk menjaga pasokan energi nasional, dalam hal ini khususnya keandalan instalasi milik Pertamina Group.

 

Capt Budi menjelaskan, bahwa hal tersebut termasuk ke dalam kegiatan kenavigasian yang merupakan tugas Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut antara lain untuk mewujudkan ruang dan alur pelayaran yang aman bernavigasi, keandalan dan kecukupan sarana dan prasarana kenavigasian, pelayanan meteorologi, SDM yang professional, serta dukungan teknologi yang tepat guna.

 

“Setiap bangunan/instalasi di perairan wajib dipasang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dan ditetapkan Zona Keamanan dan Keselamatannya, dengan ketentuan Zona Terlarang tidak lebih dari 500 m dan Zona Terbatas 1.250 m,” terang Capt. Budi.

 

Hal tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan bangunan atau instalasi, serta berfungsi sebagai batas pengaman bangunan atau instalasi tersebut yang dapat melindungi dari gangguan sarana lain.

 

“Dengan demikian, tentunya kapal yang berlayar di sekitar bangunan atau instalasi tersebut harus memperhatikan zona keamanan dan keselamatan yang telah ditetapkan dengan menjaga jarak aman sesuai dengan kecakapan pelaut. Semua kapal, baik yang memasuki alur pelayaran, labuh jangkar dan dalam hal kondisi tertentu apabila terdapat kegiatan/kepentingan lain di sekitar bangunan dan/atau instalasi yang sudah terpasang wajib melakukan hal tersebut,” tegasnya.

 

Capt. Budi berharap, dengan ditetapkannya DTT ini, dapat mengindari peristiwa tersangkutnya jangkar kapal ke pipa atau instalasi lainnya yang dapat menimbulkan pencemaran karena kebocoran hidrokarbon, kebakaran, ledakan, dan hancurnya ekosistem di laut.

 

“Oleh karenanya, penetapan DTT ini tidak hanya penting dalam mendukung kelangsungan energi nasional, namun juga mendukung terwujudnya keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim Indonesia,” tutup Capt. Budi. (MYN/MM/BOH)

 

  • berita




Footer Hubla Branding