Senin, 24 September 2018

TIGA NEGARA PANTAI BAHAS KESELAMATAN PELAYARAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM DI SELAT MALAKA DAN S


Share :
3075 view(s)

SINGAPURA (24/9) Tiga negara pantai, Indonesia, Malaysia dan Singapura kembali membahas isu keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura pada hari ini (24/9) di Singapura pada acara  Co-Operation Forum (CF) ke-11.


"Terima kasih atas undangan Pemerintah Singapura untuk menghadiri pertemuan penting ini yaitu Cooperative Forum ke-11 yang dihadiri oleh para delegasi dari tiga negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura serta delegasi dari Organisasi Maritime Internasional atau IMO, negara kontributor dan para pemangku kepentingan terkait di Selat Malaka dan Selat Singapura," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo saat memberikan sambutan pembukaan sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia.

Pertemuan dimaksud dimulai dengan ada penayangan video perjalanan 10 tahun Mekanisme Kerjasama mengenai Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura sebelum dibuka resmi oleh Menteri Koordinator Infrastruktur dan Menteri Perhubungan Singapura, Mr. Khaw Boon Wan.

"Baru saja kita semua menyaksikan video perjalanan sepuluh tahun pertama Mekanisme Kerjasama mengenai Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura. Dari pemutaran video tersebut,  terlihat jelas bahwa Mekanisme Kerjasama menggambarkan suatu komitmen untuk berdialog dan bekerjasama antara negara-negara pantai dengan industri pelayaran dan semua pemangku kepentingan tentang isu-isu terkait, dalam rangka memelihara dan meningkatkan keamanan navigasi dan perlindungan lingkungan maritim di kedua Selat tersebut," kata Dirjen Agus.

Lebih lanjut, Dirjen Agus mengatakan sejak pembentukan Mekanisme Kerjasama pada tahun 2007, sudah banyak proyek yang telah berhasil dilaksanakan. Beberapa proyek masih ada yang perlu dilanjutkan untuk diselesaikan dan tentunya proyek baru akan segera mengikuti. 

"Kita semua punya banyak alasan untuk berbangga atas prestasi dan pencapaian selama sepuluh tahun terakhir ini," kata Dirjen Agus.
 
Pelaksanaan proyek-proyek tersebut juga menunjukkan bahwa negara-negara pantai dapat bekerja sama dengan negara-negara pengguna dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan laut di Selat Malaka dan Singapura, berdasarkan Pasal 43 UNCLOS.

"Mengenai isu kemaritiman saat ini, sebagai komitmen terhadap isu keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara pantai lainnya untuk menjadikan Selat lebih aman dan lebih bersih dengan memperkenalkan beberapa inisiatif, yaitu pemeliharaan dan penggantian Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dan juga melakukan studi tentang cetak biru keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura," jelas Dirjen Agus.

Di sela-sela agenda Forum, ketiga pimpinan administrator maritim negara pantai tersebut mengadakan pertemuan informal untuk membahas isu-isu terkait di Selat tersebut dan hasilnya ketiga pimpinan tersebut sepakat untuk melihat kembali posisi terakhir proyek Marine Environment Highway (MEH) sejak tahun 2014.

Adapun Indonesia punya peran penting dalam proyek tersebut dimana Data Center MEH ditempatkan di Batam sehingga Indonesia turut memelihara dan mendukung untuk peningkatan ke fase berikutnya.

"Implementasi Marine Electronic Highway oleh negara pantai sebagai embrio E-Navigasi, perbaikan berkelanjutan atas fasilitas di masing-masing daerah negara pantai, dan berbagai inisiatif lainnya terkait perlindungan lingkungan laut, menunjukkan bahwa negara pantai, dengan dukungan dari para pemangku kepentingan, bekerja bersama untuk memastikan perjalanan yang aman bagi kapal, dan di sisi lainnya memberikan perhatian bagi perlindungan lingkungan maritim. Isu-isu tentang respon polusi dan kesiapsiagaan, pendekatan praktis, Gas Rumah Kaca (GRK) dan pelayaran berkelanjutan, juga menjadi perhatian Indonesia," kata Agus lagi.

Pada kesempatan tersebut, Indonesia mengapresiasi peran IMO dan kontribusi dari para negara pengguna dan pihak terkait melalui kerangka kerjasama ini. 

"Saya berharap melalui sharing keahlian dan pengalaman selama pembahasan nanti, akan menjadi masukan untuk memastikan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia tetap aman dan terbuka bagi pelayaran internasional," kata Dirjen Agus.
 WhatsApp Image 2018-09-24 at 17.18.47.jpeg
Dirjen Agus juga meminta agar semua negara pengguna dan pemangku kepentingan untuk tetap memberikan dukungannya kepada Mekanisme Kerjasama ini dan kepada proyek-proyeknya. Dukungan konkrit tersebut akan memperkuat putusan yang telah diambil oleh negara-negara pantai, dan menegaskan kembali perlunya kerjasama internasional dalam memastikan keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Selat Singapura.
 
"Semua isu bersama di Selat Malaka dan Selat Singapura, termasuk isu terkini, kiranya dapat diselesaikan melalui perkuatan koordinasi dan kerjasama, bukan hanya pada Forum ini namun juga pada saat pelaksanaan proyek-proyek yang telah diinisiasi," tutup Dirjen Agus.

Sebagai informasi, Co-Operation Forum adalah salah satu pilar dari Mekanisme Kerjasama mengenai Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, disamping Aids of Navigation (ANF) dan Project Coordination Committee (PCC).

Forum ini menjadi wadah utama negara pengguna, industri pelayaran, dan pemangku kepentingan terkait lain untuk duduk bersama dan membuka dialog dengan ketiga negara pantai di Selat Malaka dan Selat Singapura yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. 

Forum dibentuk untuk mendorong dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu di SOMS dan bertujuan untuk menampung masukan dari pengguna SOMS secara rutin. Forum juga memfasilitasi kerja sama yang lebih nyata antara negara pantai, negara pengguna, industri pelayaran, dan stakeholder lainnya dalam menjaga keselamatan berlayar dan perlindungan lingkungan maritim di salah satu jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia tersebut.

Pelaksanaan Cooperation-Forum ke-11 didahului oleh Pertemuan Aids to Navigation Fund (ANF) ke-21 dan akan dilanjutkan dengan Tripartite Technical Expert Group (TTEG) serta diakhiri dengan Project Coordination Committee (PCC) ke-11. 

Untuk agenda di TTEG, Indonesia punya kepentingan khusus terkait isu Voluntary Pilotage Services in Straits of Malacca and Singapore, dimana isu ini Pemerintah Indonesia mendorong terbentuknya Pemanduan Luar Biasa yang akan diusahakan oleh operator-operator dari Indonesia, Malaysia dan Singapura, dengan menyelesaikan Draft SN Circular untuk disampaikan kepada IMO. 

Adapun Indonesia, melalui PT. Pelindo 1, telah mulai memberikan jasa pemanduan kepada kapal-kapal yang melintasi Selat Malaka sejak bulan Maret 2017.

Forum dihadiri oleh wakil delegasi dari tiga negara pantai, negara-negara pengguna seperti Jepang, Korea Selatan, Yunani, Nigeria, Selandia Baru, Vietnam, dan Denmark, serta organisasi internasional terkait seperti IALA, Malacca Strait Council (MSC), and EMSA.


  • berita




Footer Hubla Branding