Selasa, 19 Maret 2019

INDONESIA HADIRI PERTEMUAN DI IMO BAHAS GLOFOULING PARTNERSHIP PROJECT


Share :
2784 view(s)

LONDON (19/3) – Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengirimkan delegasinya untuk menghadiri Inception Workshop dan 1st Meeting of the Global Project Task Force of the GEF-UNDP-IMO GloFouling Partnership Project yang diselenggarakan di Markas Besar International Maritime Organization (IMO) London sejak  (18/3) sampai dengan (20/3).

Delegasi Indonesia ini terdiri dari perwakilan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan serta Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dipimpin oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Sudiono yang ditunjuk sebagai National Focal Point Indonesia untuk GloFouling Partnership Project dimaksud.

GloFouling Partnership Project, jelas Sudiono, adalah kegiatan yang diinisiasi oleh IMO, bekerja sama dengan Global Environment Facility (GEF) dan United Nation Development Program (UNDP). Kegiatan ini bertujuan untuk meminimalkan perpindahan spesies aquatic melalui biofouling, atau untuk meminimalkan perkembangan kumpulan organisme aquatic pada bagian bawah lambung dan struktur kapal. Project ini akan fokus pada implementasi IMO Guidelines for the Control and Management of Ships’ Biofouling to Minimize the Transfer of Invasive Aquatic Species (Biofouling Guidelines) sesuai dengan Resolusi MEPC.207 (62).

“Acara Workshop dan Meeting ini, dihadiri oleh para National Focal Point dan National Project Coordinator dari Lead Partnering Countries dari Projet ini, GEF, UNDP, serta potential donors sebagai observers,” ungkap Sudiono. 

Sudiono menjelaskan, bahwa Lead Partnering Countries (LPC) dalam Project ini terdiri dari 12 (dua belas) negara berkembang yang tersebar di seluruh dunia, yaitu Brazil, Ecuador, Fiji, Indonesia, Jordan, Madagascar, Mauritius, Mexico, Peru, Filipina, Sri Lanka, dan Tonga. 

“Kedua belas negara ini memiliki akses langsung dengan IMO-based Project Team, dapat menyelenggarakan pertemuan-pertemuan regional, serta mendapatkan dukungan untuk menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan kebutuhan di negara tersebut,” tambah Sudiono.

Saat ini, lanjutnya, Project ini didukung oleh 50 (lima puluh) mitra, termasuk negara-negara maju, LSM, akademisi dan lembaga penelitian, serta sektor swasta. 
IMG-20190319-WA0078.jpg
Pada pertemuan ini, selain untuk membahas lebih mendalam mengenai GloFouling Project dan Biofouling Management, masing-masing National Focal Point dari setiap Lead Partnering Countries akan mempresentasikan terkait status terkini Project dimaksud di negara masing-masing.

“Saya selaku National Focal Point telah menyampaikan, bahwa untuk dapat menjalankan Project ini kita membutuhkan dukungan dari semua Kementerian dan Lembaga terkait, serta tentunya Indurstri Pelayaran,” jelas Sudiono.

Adapun Kementerian yang akan terlibat tersebut antara lain adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PUSHIDROS TNI AL, PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero), serta Indonesian National Shipowners’ Association (INSA).

Selain itu, Sudiono juga menyampaikan, bahwa di samping Project Glofouling ini, Indonesia bersama enam negara anggota ASEAN lainnya saat ini telah tergabung dalam project Marine Environment Protection for South East Asia Seas (MEPSEAS), yang merupakan kerja sama dengan IMO Norad. Adapun untuk Project MEPSEAS, Indonesia akan fokus pada pelaksanaan 2 konvensi, yaitu Konvensi Anti Fouling System (AFS) dan Konvensi BWM (Ballast Water Management). Dalam Project MEPSEAS ini juga telah dibentuk Tim Task Force yang bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan agar MEPSEAS Project dapat berjalan sesuai target.

Sedangkan, jika bicara mengenai aspek implementasi, Sudiono memaparkan bahwa Indonesia menghadapi beberapa tantangan dalam mengimplementasikan GloFouling Project ini. Salah satu tantangan besar, ujarnya, adalah luasnya wilayah yang perlu dikelola, ditambah dengan banyaknya organisame laut, wilayah-wilayah sensitif dan juga adanya 3 ALKI. 

“Indonesia memang memiliki posisi strategis dalam rute pelayaran dunia, namun posisi strategis ini menimbulkan potensi terjadinya kerusakan lingkungan maritime yang diakibatkan oleh polusi lingkungan laut, termasuk perpindahan bio-fouling oleh kapal,” tukas Sudiono.

Lebih lanjut, papar Sudiono, sebagai Lead Partnering Country, Indonesia telah menyiapkan berbagai rencana untuk diterapkan dalam Project ini, seperti akan menunjuk kandidat untuk diusulkan sebagai National Consultant, menyiapkan dana untuk mendukung kelancaran project ini, serta menunjuk Tim Task Force.

“Sebagai perbandingan, pada MEPSEAS Project, Indonesia akan mulai melakukan baseline study pada tahun 2019. Oleh karena itu, kami berharap pada tahun ini sudah dapat dilaksanakan Workshop terkait dengan Glofouling Project,” tutup Sudiono.


  • berita




Footer Hubla Branding