Minggu, 22 Juli 2018

DIRJEN HUBLA, WUJUDKAN KESELAMATAN PELAYARAN TANPA KOMPROMI DENGAN MENAATI ATURAN KESELAMATAN SEBAGAI BE


Share :
2665 view(s)

JAKARTA (22/7) - Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, R. Agus H. Purnomo menegaskan agar regulator, operator dan pengguna jasa bersama-sama mewujudkan keselamatan pelayaran tanpa kompromi dengan menaati aturan keselamatan sebagai bentuk tanggung jawab bersama.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Agus seusai mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada acara jumpa pers bersama Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati di Jakarta, Minggu (22/7).

"Kita perlu meningkatkan dan menanamkan Safety culture di masyarakat, dimana saat budaya keselamatan awak kapal dan operator masih rendah dan kurangnya kepedulian akan keselamatan," ujar Dirjen Agus.

Selain itu, menurut Dirjen Agus bahwa faktor cuaca ekstrim disertai angin kencang dan gelombang tinggi yang seringkali tidak diperhatikan juga berpengaruh besar terhadap keselamatan berlayar.

"Terkait keselamatan pelayaran, dari sisi penegakan regulasi, Pemerintah telah menyusun perangkat hukum beserta sanksi hukumnya yang tertuang dalam Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, International Safety Management Code (ISM Code), Standar Kapal Non Konvensi (NCVS), Peraturan Menteri Perhubungan, Peraturan Dirjen Hubla, dan peraturan pendukung lainnya," ujar Dirjen Agus.

Namun yang menjadi sorotan dan harus diperhatikan saat ini yaitu kondisi cuaca ekstrim yang terjadi di beberapa perairan Indonesia. Beberapa musibah kapal yang terjadi belakangan ini dikarenakan adanya cuaca buruk di sertai angin kencang dan gelombang tinggi di laut.

Untuk itu Kemenhub bekerjasama dengan BMKG selalu memberikan update kepada masyarakat, operator/nakhoda kapal dan pihak-pihak terkait termasuk Syahbandar untuk selalu memperhatikan kondisi cuaca.

"Kami mengimbau masyarakat dan nakhoda kapal yang berlayar di perairan Indonesia agar meningkatkan kewaspadaan dan tidak memaksakan diri melaut jika terjadi cuaca buruk dan gelombang tinggi karena sangat membahayakan aktifitas pelayaran," tegas Dirjen Agus.

Selain itu, secara rutin Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut mengeluarkan Maklumat Pelayaran atas dasar hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan dan pengawasan terhadap pemenuhan aspek keselamatan pelayaran mengingat cuaca ekstrim yang masih terjadi di sebagian perairan Indonesia.

"Guna mengantisipasi terjadinya musibah yang mungkin terjadi karena cuaca ekstrim tersebut maka peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran harus dilakukan secara optimal dan tanpa kompromi. Kami meminta Syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di masing-masing lingkungan kerjanya dan menyebarluaskan informasi cuaca terkini kepada nakhoda kapal dan pengguna jasa. Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) harus ditunda hingga cuaca memungkinkan untuk memberangkatkan kapal," tegas Dirjen Agus.

Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengatakan bahwa peningkatan kewaspadaan juga harus dilakukan oleh seluruh operator dan nakhoda kapal.

"Nakhoda maupun pemilik kapal harus memantau cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar dan melaporkan ke Syahbandar saat mengajukan SPB serta melaporkan kondisi cuaca terkini kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat setiap enam jam sekali saat berlayar. Selama pelayaran, nakhoda juga harus membawa kapal berlindung di lokasi aman saat tiba-tiba terjadi cuaca buruk di tengah pelayaran dengan ketentuan kapal harus dalam kondisi siaga untuk siap digerakkan,"ujar Junaidi saat mendampingi Dirjen Perhubungan Laut pada acara jumpa pers bersama BMKG tadi siang (22/7).

Lebih lanjut, Junaidi mengatakan bahwa Dirjen Hubla menginstruksikan kepada seluruh jajaran Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Distrik Navigasi agar kapal negara baik kapal patroli atau kapal navigasi tetap siap siaga dan segera memberikan pertolongan terhadap kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaaan.

"Selanjutnya, SROP dan nakhoda kapal negara juga ikut memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan berita marabahaya. Bila terjadi kecelakaan kapal maka SROP dan nakhoda kapal negara harus berkoordinasi dengan pangkalan PLP," kata Junaidi.

Hal penting lain yang harus dilakukan yakni pelaksanaan ramp check kepada semua fungsi sarana dan armada kapal yang ada di seluruh Indonesia tanpa terkecuali.

"Terakhir, kita semua berharap peristiwa kecelakaan kapal tidak akan terulang lagi. Kami akan terus melakukan perbaikan dan menegakkan aturan keselamatan transportasi tanpa terkecuali. Penanganan keselamatan transportasi bukan hanya dilakukan dalam penanganan musibah responsif tapi membuat suatu hal yang mendasar dengan menjadikan faktor keselamatan sebagai prioritas utama serta menjadikannya sebagai budaya," tutup Junaidi.


  • berita




Footer Hubla Branding